Home » , , , » Mane’e; Tradisi Menangkap Ikan dengan Janur

Mane’e; Tradisi Menangkap Ikan dengan Janur

Di Desa Karakeleng, Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud yang berada di pulau Intata ada sebuah tradisi menangkap ikan yang sangat unik kalau tidak di katakan ajaib. Tradisi yang pada beberapa hari lalu mendapat rekor Muri ini dinamakan oleh penduduk setempat sebagai tradisi Mane’e. Seperti apa keunikan tradisi ini? Tradisi yang berlangsung setahun sekali pada saat purnama menerangi langit Pulau Intata ini adalah sebuah tradisi menangkap ikan yang dilakukan hanya dengan tangan kosong setelah sebelumnya ikan-ikan tersebut digiring menggunakan janur kelapa yang di susun saling berkait dengan akar kayu sebagai penautnya. 

Sebelum prosesi ini dilakukan terlebih dahulu dilakukan doa bersama untuk meminta petunjuk kapan tepatnya tradisi ini harus dilaksanakan kepada Mawu Ruata (leluhur) dengan dipimpin oleh Inang Wanua dan Ratu Wanua (pemimpin adat). Setelah waktu pelaksanaan telah didapat maka barulah seluruh penduduk di kepulauan tersebut bersiap-siap. Acara manee berlangsung sehari penuh. Sejak pukul 07.00 Wita, warga sudah sibuk melilit janur. Sedangkan tali kayu hutan siap sejak sepekan sebelumnya. Beranjak tengah hari, satu persatu warga mulai menyebar ke kawasan seluas 3.400 meter persegi, memanjang di sepanjang bibir pantai menyebarkan rangkaian janur itu.

Menyiapkan janur untuk menggiring ikan


Pukul 16.00 Wita ketika air laut menyurut, janur lalu digiring menjadi sebentuk lingkaran yang lebih kecil. Nah, saat itulah tamu yang jumlah ribuan mulai masuk ke dalam lingkaran janur dan menangkap ikan sesuka hati mereka. Namun syaratnya, ikan tak boleh di jual, meskipun boleh dibawa pulang. 

Tradisi mane’e yang jika diindonesiakan menjadi kebersamaan ini memang lebih menekankan pada sisi kebersamaannya. Tradisi ini sendiri konon sudah ada sejak abad ke 17, bermula ketika Pulau Nanusa diguncang gempa bumi dan tsunami. Dashyatnya tsunami itu kemudian memisahkan ketiga pulau yang sebelumnya saling berhimpitan yakni Pulau Karakelang, Pulau Intata dan Pulau Malo. Di antara ketiga pulau yang akhirnya terpisah akibat tsunami itu terdapat nyare yaitu perairan dangkal yang ketika air sedang surut dapat dilalui dengan hanya berjalan kaki. 

Nah, karena dashyatnya bencana tersebut disamping berdampak pada terpisahnya kepulauan itu juga menimbulkan dampak psikologis yakni penduduk trauma berlayar ke tengah lautan untuk menangkap ikan. Akibatnya, penduduk pun kekurangan pangan karena memang nelayan adalah satu-satunya profesi mereka pada saat itu. keadaan inilah yang kemudian membuat sang tetua adat berinisiatif melakukan prosesi mane’e agar penduduk yang masih trauma itu tetap dapat menangkap ikan tanpa harus melaut ke tengah samudera, tapi cukup menangkap ikan di nyare atau perairan dangkal tersebut.