Tari Pendet termasuk dalam jenis tarian suci, yakni tarian Bali yang dipentaskan khusus untuk keperluan upacara keagamaan. Tarian ini diciptakan oleh seniman Bali bernama I Nyoman Kaler pada tahun 70-an yang bercerita tentang turunnya Dewi-Dewi khayangan ke bumi. Meski tarian ini tergolong dalam jenis tarian wali namun berbeda dengan tarian upacara lain yang biasanya memerlukan para penari khusus dan terlatih, untuk tari pendet ini siapa pun bisa menarikannya, baik yang sudah terlatih maupun yang masih awam karena pada dasarnya tarian ini hanya mengikuti gerakan penari perempuan senior yang ada di depan.
Biasanya tari pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan dan ditampilkan seusai tarian Rejang. Para penari pendet ini berdandan layaknya para penari upacara keagamaan yang sakral lainnya dan menghadap ke arah suci (pelinggih) sambil membawa perlengkapan sesajen persembahan seperti sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya.
Namun pada perkembangannya, tarian ini tidak hanya dipentaskan ketika ada upacara keagamaan, melainkan juga dipentaskan sebagai tarian ucapan selamat datang sambil menaburkan bunga dihadapan tamu yang datang layaknya Aloha di Hawai. Meskipun begitu, bukan berarti jika dipentaskan untuk menyambut tamu tari pendet jadi kehilangan kesakralannya. Tari pendet tetap terasa sakral karena tetap menyertakan muatan-muatan keagamaan yang kental.
Dan sekarang, ketika tari pendet ini diklaim oleh Malaysia sebagai kebudayaan mereka, jelas sekali bahwa itu adalah lelucon yang gagal, karena siapa pun orang di dunia ini pasti tahu jika tari pendet merupakan tarian yang berasal dari Bali, dan diciptakan oleh seniman Bali sendiri. Jika Malaysia mengklaim Tari Piring yang berasal dari Minangkabau misalnya, mungkin ada beberapa orang yang bisa percaya mengingat genre tari piring sendiri adalah melayu dan Malaysia bisa mengklaim itu sebagai tarian melayu, tapi tari pendet?? Malaysia ngomong sampai berbusa sekalipun jelas tidak akan ada yang percaya karena tari pendet memang tidak ada warna melayunya sama sekali.
Tapi meskipun begitu, ini pelajaran penting untuk kita semua agar lebih menghargai dan menjaga budaya warisan nenek moyang kita agar tak dicaplok oleh negara lain yang ngiri karena budaya mereka tak sekaya budaya negara kita.