25 December 2013

Drama Gong; Kesenian Kreatif Seniman Bali

Pentas drama gonh dengan cerita epos Ramayana
Drama gong merupakan sebuah pertunjukan drama yang didalamnya memadukan antara teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali) yang diciptakan oleh seniman kreatifdari Bali bernama Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar) pada tahun 1966. Drama gong sendiri pada mulanya bernama drama klasik karena masih kentalnya dominasi dari kesenian tradisional Bali dalam pertunjukan drama gong ini. Nama drama gong mulai dipakai oleh I Gusti Bagus Nyoman Panji untuk menyebut kesenian rakyat ini karena menurutnya dalam kesenian ini terdapat dua unsur baku yakni unsur drama dan iringan suara gamelan gong kebyar pada setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatiknya.

Lakon yang kerap dipentaskan dalam drama gong sendiri biasanya adalah cerita-cerita klasik romantis baik yang berasal dari cerita rakyat masyarakat Bali sendiri seperti Panji (Malat) maupun di luar budaya Bali seperti cerita Sampek Engtai dan cerita sejenisnya. Dan seperti halnya pada pertunjukan drama umumnya, dalam drama gong ini pun sama sekali tak menghadirkan kesenian tari di setiap pertunjukannya melainkan berakting dengan menyertakan dialog-dialog verbal berbahasa Bali. 

Adapun para pemain yang dianggap penting dalam drama gong sendiri antara lain :
1. Raja manis
2. Raja buduh
3. Putri manis
4. Putri buduh
5. Raja tua
6. Permaisuri
7. Dayang-dayang
8. Patih keras
9. Patih tua
10. Dua pasang punakawan

Dalam setiap pementasannya para pemain drama gong selalu mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong Kebyar. Meskipun selalu mengenakan busana tradisional untuk para pemainnya dan kerap dipentaskan untuk keperluan upacara adat dan agama drama gong tetaplah sebuah kesenian sekuler karena bisa dipentaskan di mana dan kapan saja sesuai kebutuhan. Maka dari itu tak heran jika kemudian pentas drama gong merupakan satu-satunya pentas yang memberlakukan sistem karcis untuk para penontonnya karena sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong. Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil alih oleh Drama Gong. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif.