Home » , , , , » Munggahan, Tradisi menjelang Puasa di Jawa Barat

Munggahan, Tradisi menjelang Puasa di Jawa Barat

Tradisi Munggahan adalah tradisi di masyarakat Jawa Barat khususnya di Suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan puasa atau Bulan Ramadhan. Tradisi ini dilakukan atau dilaksanakan menjelang bulan puasa tiba. Biasanya seminggu atau paling lambat sehari menjelang awal bulan puasa. Kata munggahan sendiri berasal dari bahasa Sunda yang artinya naik. Asal katanya hampir sama dengan munggah haji untuk naik haji. Oleh karena itu secara filosofi tradisi munggahan adalah bentuk suka cita dan rasa syukur masyarakat tatar Sunda dalam menyambut bulan Ramadhan. 

Lebih jauh, tradisi munggahan juga merupakan bentuk penyucian diri menjelang berpuasa agar dosa-dosa yang telah lewat diampuni oleh Allah dan bisa menjalankan ibadah puasa dengan hati yang bersih dan suci. 

Tradisi munggahan ini sendiri memiliki banyak nama di beberapa daerah di Jawa Barat. Misalnya di wilayah Bandung, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta dan sekitarnya tradisi munggahan kerap disebut juga dengan istilah Papajar. Sementara di wilayah Bogor tradisi ini disebut dengan istilah Cucurak. Namun demikian, meskipun berbeda istilah di beberapa wilayah tradisi ini hampir sama dalam pelaksanaannya yakni makan bersama kerabat, saling mengantar dan mengunjungi sanak keluarga, ziarah kubur, saling bermaaf-maafan, dan bersedekah. Bersedekah dalam tradisi ini kerap juga disebut dengan istilah sedekah munggahan.


Tradisi ini sangat kental dengan nuansa keagamaan. Oleh karenanya dalam tradisi ini begitu erat kaitannya dengan hubungan dunia dan akhirat. Salah satu bentuk kegiatan dalam tradisi Munggahan yang memiliki pemahaman tentang hubungan spiritual antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat kelak adalah ziarah kubur atau dalam bahasa sunda disebut nyekar ke makam-makam leluhur, orang tua dan sanak keluarga. bahkan di beberapa daerah masih ada yang melaksanakan tradisi nyuguh yakni menyiapkan hidangan untuk orang tua dan kerabat yang sudah meninggal. Dalam kaitan ini mereka percaya bahwa yang meninggal dan yang masih hidup tetap memiliki hubungan spiritual yang utuh. 

***


Sumber foto: nusantaranews dan suara.com