08 November 2023

Memahami Ritual Munjung, Bongkar Bumi, dan Mapag Sri di Majalengka

Ritual-ritual tradisional seringkali menjadi jendela ke dalam budaya, sejarah, dan kepercayaan suatu masyarakat. Di desa Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat, terdapat tiga ritual penting yang memiliki akar budaya yang dalam dan sarat makna, yaitu munjung, bongkar bumi, dan mapag Sri. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi asal usul, makna, dan perkembangan ritual-ritual ini serta bagaimana mereka mencerminkan hubungan masyarakat dengan alam dan dunia gaib.

Munjung: Mengunjungi Para Leluhur dengan Penuh Penghormatan

Secara bahasa, istilah "munjung" atau "ngunjung" berarti mengunjungi, menghadiri, atau berziarah. Ritual munjung melibatkan ziarah ke makam para leluhur. Di Leuwimunding, ritual ini berpusat di lima lokasi pemakaman: Jagakerti, Cibatur, Caruy, Karamat, dan Pengkeur Masjid. Ini adalah praktik yang telah ada sejak zaman Hindu, menunjukkan kedalaman sejarah desa ini. Namun, ada perdebatan apakah ritual ini berakar sejak abad ke-15 atau sejak abad ke-18 selama pemerintahan era Rafflesia.


Bongkar Bumi: Merayakan Keseimbangan dengan Alam

Ritual bongkar bumi juga merupakan bagian penting dari tradisi ini. Meskipun perdebatan terkait asal usulnya, ritual ini memiliki dimensi transendental dan merupakan bentuk persembahan kepada para leluhur. Awalnya mungkin memiliki makna ekspresi atas keseimbangan antara manusia dan alam semesta, terutama terkait dengan siklus alam dan perubahan musim.


Mapag Sri: Menghormati Dewi Sri, Pelindung Pertanian

Ritual ketiga, yang disebut sebagai "mapag Sri," memiliki arti khusus dalam kehidupan masyarakat agraris Leuwimunding. Dewi Sri, atau Dewi Padi, Dewi Kekayaan, dan Dewi Kesuburan, adalah pusat penghormatan dalam upacara ini. Meskipun ritual ini sekarang sudah tidak lagi dilakukan, Dewi Sri tetap menjadi simbol kesuburan dan kemakmuran bagi petani.


Perkembangan dan Makna Dalam Ritual

Ritual-ritual ini adalah ekspresi kepercayaan masyarakat Leuwimunding terhadap alam dan dunia gaib. Mereka mencerminkan rasa hormat terhadap siklus alam, keseimbangan dengan alam semesta, dan harapan akan kelimpahan hasil pertanian. Meskipun memiliki pengaruh Hindu, pelaksanaan ritual ini telah mengalami perubahan seiring waktu.

Masyarakat Leuwimunding, yang pada masa lalu sangat menghormati Dewi Sri sebagai pelindung pertanian, menjadikan tradisi ini sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Ini adalah cara mereka menjaga hubungan yang harmonis dengan alam dan warisan budaya mereka. Dalam memperlakukan padi, mereka memperlakukan dengan penuh kasih dan hormat, seolah-olah memperlakukan manusia yang dikasihi dan dihormati.

Ritual-ritual munjung, bongkar bumi, dan mapag Sri mengungkapkan kekayaan budaya dan sejarah Leuwimunding yang mendalam. Mereka adalah simbol dari ketergantungan manusia pada alam dan dunia gaib dalam mencapai keseimbangan dan kesuksesan dalam pertanian. Meskipun telah mengalami modifikasi, tradisi ini tetap hidup dan memberikan wawasan berharga tentang hubungan manusia dengan alam di dunia agraris.