Sejarah Kebo-Keboan dan Kisah Buyut Karti
Upacara Kebo-Keboan tak lepas dari sejarah panjang yang berkaitan dengan Buyut Karti pada abad ke-18 Masehi. Kala itu, wabah penyakit mengancam dan sulit disembuhkan. Dalam sebuah wangsit, Buyut Karti memperoleh petunjuk untuk menggelar upacara bersih desa dengan peserta yang berdandan seperti kerbau. Pemilihan kerbau memiliki makna khusus sebagai "teman" petani dalam membajak sawah. Wangsit tersebut diumumkan kepada masyarakat dan menjadi tradisi yang terus dilestarikan hingga kini.
Pelaksanaan Upacara di Alasmalang dan Aliyan
Secara umum, pelaksanaan Kebo-Keboan di dua desa ini memiliki beberapa perbedaan. Di Alasmalang, upacara tidak hanya sebagai ritual adat, melainkan juga menjadi daya tarik wisata. Sementara di Aliyan, kegiatan ini lebih mengedepankan aturan adat yang kuat dan dilakukan dengan struktur tertentu.
Pelaksanaan di Alasmalang:
- Selamatan: Dimulai dengan selamatan menggunakan 12 tumpeng, lauk-pauk, jenang sengkolo, dan 7 porsi jenang suro. Semua itu dimakan bersama di sepanjang jalan desa.
- Ritual Tetua Desa: Para tetua desa melakukan ritual di tempat-tempat keramat seperti Watu Laso, Watu Gajah, dan Watu Tumpeng.
- Arak-Arakan: 30 manusia kerbau mengelilingi desa di empat penjuru, diikuti oleh kereta yang membawa Dewi Sri, lambang dewi padi dan kesuburan.
- Penanaman Benih: Manusia kerbau terlibat dalam penanaman benih padi.
Pelaksanaan di Aliyan:
- Persiapan: Pemasangan umbul-umbul di sepanjang jalan desa.
- Pembuatan Kubangan: Lokasinya sesuai dengan rute arak-arakan manusia kerbau, melambangkan tempat persemaian padi.
- Gunungan Hasil Bumi: Berisi buah-buahan dan hasil bumi sebagai perlambang kesejahteraan.
- Ider Bumi: Manusia kerbau mengarak ke seluruh penjuru desa.
- Penutup (Ngurit): Dewi Sri memberikan benih padi kepada ketua adat, yang kemudian diberikan kepada para petani untuk ditanam.
Mengakhiri Upacara dengan Harapan Baru
Ritual Kebo-Keboan bukan hanya upacara adat semata, tetapi juga mencerminkan rasa syukur dan harapan akan kesejahteraan masyarakat. Melibatkan manusia yang berpakaian ala kerbau, upacara ini mengajarkan tentang kerjasama antara manusia dan alam. Dengan menjelajahi dua desa yang memiliki nuansa berbeda, Kebo-Keboan Banyuwangi bukan hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga daya tarik unik bagi para wisatawan yang ingin menyaksikan dan merasakan keindahan tradisi lokal yang masih terjaga hingga saat ini.