Sejarah Upacara Accera Kalompoang
Upacara Accera Kalompoang berasal dari tradisi Kerajaan Gowa yang dimulai sejak pemerintahan Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin, yang menjadi raja pertama yang memeluk agama Islam. Ritual ini memiliki makna mendalam sebagai pencucian benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa yang diawali dengan prosesi allekka je'ne, yaitu mengambil air dari Sumur Agung bertuah, Bungung Lompoa, di daerah Katangka.
Ritme Upacara: Allekka Je'ne dan Ammolong Tedong
Prosesi upacara dimulai dengan penuh kekhidmatan. Dewan adat Kerajaan Gowa memimpin rombongan dengan membawa sesajen seperti bente, beras ketan, dupa, lilin, dan daun sirih. Sambil melantunkan paroyong, mereka menggunakan alat musik jajjakkang, menciptakan atmosfer sakral sepanjang perjalanan menuju Sumur Bungung Lompoa. Sesajen ditabur di atas air sumur, dan air diambil menggunakan sero atau timba, yang terbuat dari daun lontar.
Ammolong Tedong: Keharuman dan Keagungan Upacara
Proses upacara berlanjut dengan ammolong tedong, yaitu penyembelihan kerbau. Kerbau yang dipilih harus memenuhi syarat tertentu, dan sebelum penyembelihan, dilakukan prosesi khusus oleh keluarga yang memiliki hajat. Sang kerbau diarak keliling istana sebanyak tiga kali putaran, dihiasi dengan cermin, kain putih, dan perawatan khusus sebagai simbol kesucian.
Appidalleki: Persembahan Khusus untuk Keluarga Raja
Malam harinya, upacara appidalleki berlangsung, merupakan persembahan sesajen kepada leluhur khusus untuk keluarga raja. Moment ini menjadi saat untuk menyampaikan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan mengingat leluhur dengan penuh kekhususan.
Allangiri Kalompoang: Puncak Keharmonisan dan Kebersihan
Setelah shalat Idul Adha, upacara allangiri kalompoang dimulai. Ini adalah puncak dari seluruh rangkaian acara Accera Kalompoang. Benda-benda pusaka Kerajaan Gowa, termasuk mahkota Raja, ponto janga jangaya, tobo kaluku, kolara, kancing gaukang, serta senjata-senjata bersejarah lainnya, dicuci dan dihormati oleh para sesepuh adat.
Makna Simbolis dan Keharmonisan Masyarakat Gowa
Upacara Accera Kalompoang, meskipun terlihat sederhana, memiliki makna yang dalam. Melalui pencucian benda-benda pusaka, masyarakat Gowa tidak hanya menghormati leluhur dan Sang Pencipta, tetapi juga menjaga kebersihan dan keharmonisan dalam kehidupan mereka. Meskipun tradisi timbangan telah hilang, doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh adat tetap menjadi ungkapan rasa syukur dan harapan bagi keberuntungan dan keselamatan masyarakat Gowa.
Menjaga Kekayaan Budaya untuk Generasi Selanjutnya
Upacara Accera Kalompoang bukan hanya merupakan warisan berharga bagi masyarakat Gowa saat ini, tetapi juga tanggung jawab untuk dijaga dan dilestarikan untuk generasi-generasi selanjutnya. Keberlanjutan tradisi ini menjadi cermin dari kekayaan budaya Sulawesi Selatan yang perlu terus dijaga agar tidak pudar di tengah arus modernisasi.
Dengan segala keunikan dan kekayaan simbolis yang terkandung dalam Accera Kalompoang, Sulawesi Selatan menjelma sebagai tempat yang mempersembahkan keindahan budaya Indonesia yang mendalam dan memikat hati.