09 January 2024

Mengenal Tradisi Upacara Sedekah Laut di Cilacap

Kebudayaan adalah hasil budi daya manusia, yang diwariskan secara turun-temurun melalui adat dan tradisi. Di Pulau Jawa, terdapat banyak peninggalan kebudayaan, termasuk adat dan tradisi seperti upacara kematian, upacara keagamaan, dan salah satunya adalah upacara sedekah laut. Di Kabupaten Cilacap, tradisi ini menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat, khususnya para nelayan yang tinggal di wilayah pantai.

Latar Belakang Upacara Sedekah Laut

Cerita tentang upacara sedekah laut di Cilacap bermula dari peristiwa tumbuhnya kembang Wijayakusuma pada zaman Prabu Aji Pramosa dari Kediri. Kembang ini memiliki makna filosofis yang dalam, merepresentasikan kekuatan, keberagaman, dan keharmonisan dalam sebuah pemerintahan. Raja-raja di Surakarta dan Yogyakarta mengirim utusan ke Nusakambangan untuk memetik kembang tersebut sebelum penobatan.

Adat ini, sebagaimana diceritakan dalam Babad Tanah Jawi, berkembang menjadi upacara sedekah laut di Cilacap pada tahun 1875. Bupati Cilacap ketiga, Tumenggung Tjakrawerdaya III, memerintahkan Ki Arsa Menawi dan sesepuh nelayan Pandanarang untuk melaksanakan larung sesaji ke laut selatan. Sejak itu, upacara sedekah laut menjadi tradisi tahunan di bulan Sura.


Persiapan Upacara

Masyarakat nelayan Cilacap mempersiapkan upacara sedekah laut jauh sebelum pelaksanaannya, terutama dari segi finansial. Setiap nelayan memberikan iuran rutin setiap bulan untuk mendukung persiapan upacara. Persiapan melibatkan peralatan dan sesaji yang beragam, termasuk perahu tempel, ancak, jodhang, tampah, pengaron, takir, dan ceketong.

Sesaji yang dipersiapkan mencakup berbagai elemen, mulai dari sesaji khusus untuk Kanjeng Ratu Kidul hingga kembang telon, alat kecantikan wanita, pakaian, jenang-jenangan, dan berbagai jenis makanan dan minuman.


Prosesi Upacara Sedekah Laut

Upacara sedekah laut dimulai dengan prosesi nyekar atau ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi), diikuti oleh masyarakat nelayan dan kelompok-kelompok lain. Mereka mengambil air suci di sekitar pulau yang diyakini sebagai tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma.

Rangkaian kegiatan upacara melibatkan penyerahan sesaji, tirakatan di pendopo kabupaten, dan prosesi pelarungan joli ke laut selatan. Pertunjukan kesenian tradisional seperti Jalungmas, Lenggeran, kuda Lumping, dan wayang kulit menjadi bagian tak terpisahkan dari upacara ini. Pada malam hari, pertunjukan wayang kulit seringkali berlangsung hingga dini hari.


Fungsi dan Makna Upacara Sedekah Laut

Upacara sedekah laut memiliki fungsi dan makna yang mencakup aspek budaya, agama, ekonomi, dan sastra. Secara budaya, upacara ini mencerminkan adat istiadat masyarakat sebelumnya yang diwariskan secara turun-temurun. Secara agama, sedekah laut dianggap sebagai wujud permohonan dan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Ritual ini juga membawa dampak ekonomi, terutama melalui iuran yang dikumpulkan untuk persiapan upacara. Dari segi sastra, upacara sedekah laut menjadi inspirasi bagi seniman dan sastrawan untuk menciptakan karya-karya yang mengangkat tema kearifan lokal dan spiritualitas nelayan.


Kesimpulan

Upacara sedekah laut di Cilacap bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga perayaan kearifan lokal dan warisan budaya yang perlu dilestarikan. Melalui upacara ini, masyarakat nelayan menggambarkan hubungan yang erat antara manusia dan alam, serta kepercayaan pada kekuatan spiritual. Dengan menjaga dan merayakan tradisi ini, generasi mendatang diharapkan dapat terus menghargai dan mewarisi kekayaan budaya nenek moyang mereka.