Home » , » Agama Kapitayan dan Asal Usulnya

Agama Kapitayan dan Asal Usulnya

Meskipun masih diperdebatkan klaim mana yang paling tepat, kami merasa penting untuk menulisnya di sini. Namun, sebelum kita lanjut, mari kita jelaskan apa itu agama atau kepercayaan Kapitayan.

Kapitayan adalah keyakinan yang dianut oleh masyarakat kuno di Nusantara, khususnya mereka yang termasuk ras kulit hitam (Proto Melanesia) sejak zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.

Keyakinan ini bertahan hingga zaman Perunggu dan Besi, jauh sebelum pengaruh budaya Indus dan Cina pada awal era Masehi. Banyak sejarawan dan ilmuwan yang keliru menganggap Kapitayan mirip dengan animisme. Namun sebenarnya tidak demikian.

Keyakinan Kapitayan memuja dewa utama yang mereka sebut "Sanghyang Taya," yang berarti "hampa atau kosong." Orang Jawa mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat, "tan kena kinaya ngapa," yang berarti "tidak bisa diapa-apakan keberadaannya."

Untuk disembah, Sanghyang Taya dipribadikan dalam nama dan sifat yang disebut "Tu" atau "To," yang berarti "daya gaib," yang bersifat alami. Banyak yang menganggap Kapitayan sebagai inti dari agama Kejawen.

Di sumber lain dijelaskan bahwa Kapitayan adalah sumber segala sesuatu dan puncak eksistensi adalah ketiadaan, kekosongan, kehampaan yang mutlak. Kekosongan ini berbeda dengan ruang kosong yang bisa kita lihat di langit, yang menjadi wadah dari semua bintang dan galaksi. Kekosongan mutlak berarti tidak ada satupun di sana, termasuk ruang, termasuk waktu.

Jika ditinjau dari batasan di atas, dapat dikatakan bahwa ajaran Kapitayan ini sebenarnya masih lurus, karena mengusung konsep ke-Esa-an (monotheisme). Beberapa orang berpendapat bahwa ajaran ini juga mengajarkan sembahyang (sembah Hyang) di tempat yang disebut langgar (batu datar dalam bentuk kotak).


Prinsip Agama Kapitayan

Kapitayan tidak mengenal dewa seperti pada ajaran agama Hindu dan Buddha. Pada zaman Wali Songo, ajaran Kapitayan dijadikan sarana untuk menyebarkan Islam.

Prinsip dasar Kapitayan digunakan sebagai sarana berdakwah dengan menjelaskan kepada masyarakat bahwa Sanghyang Taya adalah laisa kamitslihî syai'un, berdasarkan dalil al-Quran dan Hadis yang artinya sama dengan tan kena kinaya ngapa, sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun.

Selama perkembangannya, ajaran Kapitayan selalu menyaring semua ajaran lain yang masuk. Jika ada ajaran baru yang Tuhan-nya berwujud seperti manusia, mereka akan menolaknya.

Oleh karena itu, penyebaran ajaran agama Islam sangat mudah diterima oleh penganut Kapitayan karena adanya kesamaan dalam prinsip-prinsipnya.