12 September 2012

Tari Lariangi, Tari Penerangan dari Wakatobi


Wakatobi, sebuah daerah di Sulawesi ini memang tak pernah habis dengan segala keragaman dan keindahan seni budayanya. Bagi yang mencitai budaya, siapa yang tak tahu dengan upacara mencari jodoh dalam Kabuenga, atau Tradisi Menangkap Ikan dengan Janur yang disebut Mane’e, dan sebagainya. Dari kedua tradisi di atas saja kita sudah bisa menyimpulkan bahwa wakatobi memang eksotis. Keeksotisan itu bisa dibuktikan juga dengan satu jenis tarian yang mereka miliki yakni tari Lariangi.

Tari Lariangi adalah sebuah bentuk tarian dari Wakatobi yang biasa dimainkan oleh dua belas penari muda. Keeksotisan tarian ini disamping pada gerak gemulai penarinya, juga bisa dinikmati dari kostum mencolok namun indah yang dikenakan oleh penarinya. Kedua belas penari dalam tari Lariangi yang memakai kostum dengan nama yang sama yakni lariangi ini, disamping gerak tubuh juga diiringi oleh nyanyian-nyanyian yang didendangkan oleh penarinya. Dua belas gadis muda nan cantik berkostum indah menari sambil bernyanyi dengan iringan musik yang gembira dan adakalanya meliuk tajam dan begitu riang. Siapa yang tak terpesona menyaksikan itu.

Kedua belas penari Lariangi

Penari Lariangi sedang menari

Meski pada saat ini, tari lariangi ini tak melulu di pentaskan dalam acara tertentu saja, pada awal perkembangannya tarian ini dikhususkan untuk menyambut para tamu kerajaan yang berkunjung ke sana, dan hanya dimainkan di istana raja. Disamping itu juga, tarian ini pun pada zaman dulu kerap dipentaskan untuk dan sebagai sarana penerangan. Mungkin karena itu pulalah, tarian ini dimainkan dengan gerak dan nyanyi, dan juga sebut dengan tari Lariangi, yang terdiri adari dua kata yakni Lari yang bermakna menghias atau mengukir, dan Langi yang berarti orang-orang yang berhias dengan berbabagai ornamen untuk menyampaikan informasi, dengan maksud untuk memberikan nasehat.

Perwujudan dari kata Lari bisa dilihat dari kostum yang dikenakan para penari yang terdiri dari kain, logam berukiran indah yang melingkar sebagai gelang, kalung dan hiasan-hiasan lainnya. Lari juga bisa dilihat dari hiasan sanggul yang begitu indah dan rumit yang disebut pantau. Konon, untuk dapat membuat hiasan pantau ini tidaklah sembarang orang bisa mengerjakannya. Hanya orang-orang tertentu saja dan sudah ditempa dengan pengalaman menata pantaulah yang dapat membuat hiasan rambut ini. Sedangkan untuk kata Angi sendiri bisa tercermin dari gerak dan nyanyi yang dibawakan oleh sang penari.

Pada tarian yang berdurasi sekitar sepuluh menit ini, gerakan para penari didominasi oleh gerakan duduk dan melingkar sambil mengibaskan kipas atau lenso dengan mulut yang tak henti bernyanyi. Dan kemudian pada menjelang berakhirnya tarian, sebagai puncak dari pentas tari ini adalah sebuah gerak rancak yang dinamakan nyibing. Dalam nyibing ini dilakukan oleh dua orang penari laki-laki muda sambil mengelilingi dua penari perempuan yang ada di tengah-tengah, layaknya seorang pemuda yang sedang berusaha melindungi pasangannya dari mara bahaya yang datang dari luar. Dan memang, gerak tari perputar-putar di samping dua orang penari perempuan ini konon memiliki makna filosofis bahwa seorang laki-laki harus mampu dan mau melindungi perempuan dari kondisi apapun dan bagaimanapun, meski itu harus mengorbankan nyawa sendiri sebagai taruhannya, karena di mata orang Wakatobi, perempuan-perempuan terutama pasangannya merupakan kehormatan dengan harga mati yang harus selalu dijaga dan dilindungi. Gagal melindungi pasangannya sama artinya dengan gagal dalam hidup dan harus menanggung malu selama hayat di badan.