Arsip Budaya Nusantara kali ini akan membahas acara prosesi pernikahan adat Sunda, yang di dalamnya begitu kaya akan petatah-petitih dan lambang-lambang sebagai bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga agar tercipta rumah tangga yang tentram, sejahtera dan senantiasa diliputi kebahagiaan. Dan inilah runutan dari upacara sakral pada prosesi pernikahan adat Sunda:
1. Neundeun Omong
Neundeun omong secara bahasa Indonesia bermakna Menaruh omongan. Pengertiannya adalah pihak keluarga dari calon mempelai laki-laki (biasanya adalah orang yang dituakan di keluarga pihak calon mempelai laki-laki) datang ke rumah pihak keluarga calon mempelai wanita untuk menyampaikan pesan bahwa pada hari yang ditentukan akan datang keluarga dari pihak calon mempelai laki-laki untuk melamar calon mempelai wanita. Tapi, di beberapa daerah, untuk ritual Neundeun Omong ini adalah dengan cara saling mengirim bingkisan berupa barang-barang tertentu seperti makanan dan sebagainya.
2. Narosan (Lamaran)
Narosan dalam bahasa Indonesia berarti menanyakan. Pada ritual Narosan ini, pihak keluarga dari calon mempelai laki-laki datang lagi ke rumah keluarga calon mempelai wanita untuk kali kedua. Proses narosan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya saat acara neunden omong. Berbeda dengan acara neunden omong, pada acara ini pihak keluarga calon mempelai laki-laki datang dengan jumlah yang lebih banyak serta membawa barang-barang tertentu seperti lemareun, pakaian perempuan, cincin meneng, dan beubeur tameuh (ikat pinggang kaum perempuan yang biasanya dipakai untuk melilit perut setelah melahirkan). Barang-barang tersebut tentunya memiliki arti masing-masing. Pembicaraan pada acara narosan ini lebih banyak membahas acara-acara kedepan yang berhubungan dengan acara pernikahan.
3. Tunangan
Selang beberapa hari atau minggu setelah acara narosan, kemudian dilanjutkan dengan acara tunangan. Tunangan ini sendiri, berbeda dengan ritual modern yang saling bertukar cincin, untuk acara tunangan di adat Sunda, barang yang dipertukarkan adalah beubeur tameuh (ikat pinggang kaum perempuan yang biasanya dipakai untuk melilit perut setelah melahirkan). Beubeur tameuh ini memiliki makna sebagai tanda adanya ikatan lahir batin antara kedua belah pihak.
4. Seserahan
Kalau acara seserahan ini digelar, itu artinya upacara pernikahan yang akan dilaksanakan sudah memasuki hitungan hari, yakni antara 3 sampai 7 hari sebelum upacara pernikahan digelar. Pada acara seserahan ini, calon mempelai laki-laki datang ke rumah calon mempelai wanita dengan membawa barang-barang keperluan rumah tangga seperti uang, baju, peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya, untuk nantinya dipakai sebagai bekal awal dalam menjalankan biduk rumah tangga.
5. Ngaras
Ngaras adalah prosesi menjelang pernikahan, yakni prosesi untuk calon mempelai wanita meminta maaf dan doa restu kepada kedua orang tua dengan cara sungkem dan membasuh kaki kedua orang tua. Pada prosesi ini biasanya akan sangat menguras emosi dan air mata, karena inilah proses dimana detik-detik sang anak akan melepas masa lajangnya dan memulai kehidupannya sendiri.
6. Ngibakan (Siraman)
Ngibakan atau ngebakan adalah asal kata dari ibak yang berarti mandi. Jadi, secara bahasa ngibakan bermakna memandikan. Prosesi ngibakan biasanya dilakukan antara 2 – 3 hari menjelang pernikahan dan mengandung makna untuk membersihkan diri dari segala kotoran baik lahir maupun batin yang menempel pada tubuh kedua calon mempelai sebelum melangsungkan pernikahan.
7. Ngeuyeuk Sereuh
Ngeuyeuk sereuh berasal dari ngaheuyeuk yang berarti mengolah. Biasanya acara ini dilakukan bersamaan dengan prosesi seserahan. Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua calon mempelai dengan keluarga dekat yang dilaksanakan pada malam hari sebelum dilakukan prosesi akad nikah. Prosesi ini dipimpin oleh nini pangeuyeuk (Juru rias). Kedua calon mempelai meminta restu kepada orang tua masing-masing. Lewat prosesi ini, orang tua memberikan nasehat-nasehat lewat lambang benda-benda yang disertakan dalam acara prosesi.
8. Akad Nikah
Seperti akad nikah pada acara pernikahan umumnya, prosesi ijab kabul kedua mempelai dilakukan pada hari yang telah disepakati bersama dan bertempat di rumah kediaman mempelai wanita. Pada acara sebelum akad nikah dilaksanakan, rombongan keluarga mempelai laki-laki datang ke rumah kediaman mempelai wanita sambil membawa barang-barang yang nantinya akan dipakai dalam acara akad nikah yakni mas kawin dan peralatan-peralatan lain untuk seserahan.
9. Saweran
Untuk acara saweran sendiri adalah dilakukan beberapa saat setelah akad nikah selesai. Dan seperti yang kita tahu bersama, pada acara ini dari kedua keluarga (baik mempelai laki-laki maupun mempelai wanita) beramai-ramai melakukan saweran dengan diiringi lantunan kidung dari juru sawer. Isi kidung itu sendiri biasanya berupa nasihat-nasihat untuk mengarngi biduk rumah tangga agar rumah tangga yang dibangun diliputi rasa tentram dan kemakmuran. Kata saweran sendiri dalam bahasa Sunda merujuk pada benda di atap rumah tempat jatuhnya air hujan. Dan alat-alat saweran dinamakan bokor, yang didalamnya berupa uang logam untuk melambangkan kemakmuran, bulir beras yang melambangkan ketenangan dan permen untuk melambangkan manisnya kehidupan berumah tangga.
10. Meuleum Harupat
Dalam acara meuleum harupat ini bermakna sebagai pepeling bahwa tiap-tiap manusia dalam berumah tangga akan ada masa dimana masalah datang sebagai ujian dalam berumah tangga, untuk itu dengan adanya meuleum harupat ini sebagai nasihat bahwa ketika masalah itu datang harus dipecahkan secara bersama-sama. Meuleum harupat sendiri dalam bahasa Indonesia bermakna membakar harupat, yakni bagian dari tumbuhan aren yang mudah terbakar dan mudah sekali patah. Prosesi acaranya sendiri untuk meuleum harupat ini adalah pertama-tama mempelai pria memegang batang harupat, lalu pengantin wanita membakar dengan lilin hingga menyala. Harupat yang telah menyala lalu di masukkan ke dalam kendi berisi air yang di pegang mempelai wanita, untuk kemudian diangkat lantas di buang jauh-jauh.
Demikianlah serangkaian upacara perkawinan adat Sunda yang begitu kaya akan petatah-petitih dan perlambang sebagai bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga agar tercipta rumah tangga yang tentram, sejahtera dan senantiasa diliputi kebahagiaan.