Home » , , , , » Bajapuik, Adat Perkawinan di Pariaman yang Sarat Makna

Bajapuik, Adat Perkawinan di Pariaman yang Sarat Makna

Salah satu adat di Sumatera Barat khususnya di Kota Pariaman terkait perkawinan ini sangatlah unik dan kaya akan makna saling menghargai. Bagaimana tidak, di Kota Pariaman punya tradisi bajapuik yang berarti menjemput pengantin laki-laki yang dengannya harus disertai dengan uang japuik yakni pemberian berupa uang atau benda bernilai ekonomis yang diberikan oleh keluarga calon pengantin perempuan (anakdaro) kepada keluarga calon pengantin pria (marapulai) sesuai kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya pada saat acara merambah jalan. Sebagaimana diketahui, bahwa yang disebut merambah jalan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan kedua belah pihak dalam memperhitungkan perjodohan anak atau kemenakannya. Pelaksanaan dalam merambah jalan ini dilakukan di rumah pihak laki-laki. Dalam kegiatan merambah jalan yang ikut ke rumah laki-laki antara lain ibu, mamak, bapak, atau bako. Pembicaraan pada pertemuan itu adalah berkisar pada persetujuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. 

Adapun penetapan besarnya uang atau barang secara detail yang diberikan oleh keluarga calon pengantin perempuan kepada calon pengantin pria ini adalah berdasarkan kesepakatan antar keluarga yang biasanya diwakili oleh para mamak (paman dari pihak ibu) pada saat acara batimbang tando. Jadi, uang japuik itu semacam kewajiban dari keluarga calon pengantin perempuan kepada keluarga calon pengantin laki-laki sebelum akad nikah dilangsungkan, tepatnya pada saat menjemput calon pengantin pria (manjapuik marapulai) untuk dibawa ke kediaman calon pengantin perempuan guna melaksanakan akad nikah di sana. Kenapa harus dijemput adalah karena dalam adat matrilokal di Pariaman memandang bahwa suami adalah merupakat tamu yang datang ke rumah istrinya. Sebagai tamu yang akan menetap tentu harus datang karena diinginkan atau dalam istilah mereka, "datang karano dipanggia, tibo karano dijapuik" (datang karena dipanggil, tiba karena dijemput).   

Nilai filosofis yang terkandung dalam uang japuik ini adalah semacam bentuk penghargaan kepada keluarga calon mempelai pria yang mengikhlaskan melepas anak kemenakan mereka untuk tinggal bersama keluarga barunya. Dan bentuk keikhlasan itulah yang mendasari keluarga calon mempelai pria untuk juga ikut mengantar secara adat ke rumah calon mempelai wanita. Dan bentuk saling menghargai ini ditandai dengan dikembalikannya uang japuik ini pada saat acara manjalang mintuo yakni pada saat mengunjungi mertua untuk pertama kalinya. Pengembalian uang japuik ini dikenal dengan istilah uang agiah jalang. 

Tidak hanya itu, jumlah uang atau barang yang dikembalikan itu juga akan dilebihkan nominal atau jumlahnya sebagai bentuk penghargaan dari keluarga mempelai pria. Dalam pandangan mereka, adalah sebuah kehormatan jika bisa mengembalikan uang japuik lebih besar dan sebaliknya akan merasa malu jika pengembalian tersebut nilainya sama atau bahkan lebih rendah dari yang sudah diterima. 

Dari sini kita bisa lihat betapa prosesi itu mengandung makna saling harga menghargai yang begitu dalam. Dengan dilebihkannya nilai uang japuik yang diterima adalah sebuah bentuk penghormatan dari pihak laki-laki yang dengannya pihak perempuan merasa dihargai.


***


Sumber foto: orbitmetro.com dan hipwee.com