Dahulu Suku Gumai dipimpin oleh seorang Kepala Suku yang disebut Jurai Kebali'an yang merupakan pewaris dan penerus silsilah Gumai menurut garis hukum kebapakan (Patrilinier). Jurai Kebali'an ini dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Mimbar dan Jurai Tue. Mimbar sendiri adalah seorang yang dipercaya sebagai "tangan kanan" Jurai Kebali'an yang tugasnya adalah menjaga dan mengurus segala keperluan Jurai Kebali'an yang meliputi pengawalan, penyampai pesan dan asistensi. Intinya, segala yang dilakukan oleh Mimbar harus atas perintah, izin dan mandat dari Jurai Kebali'an. Kalaupun ia bertindak berdasarkan inisiatifnya sendiri maka harus benar-benar yakin atas dasar restu dan persetujuan dari Jurai Kebali'an, jika tidak Mimbar dipercaya akan mendapat musibah dan kebinasaan yang disebut Talu atau dalam bahasa kita dikenal dengan istilah kena tulah. Jumlah Mimbar sendiri di Suku Gumai adalah berjumlah 8 Mimbar yang penetapannya tidak berdasarkan pemilihan melainkan didasari atas kehendak (ambi'an) Jurai Kebali'an. Oleh karenanya kedudukan mimbar akan turun temurun ke anak lelaki keturunan dari Mimbar tersebut.
Adapun untuk Jurai Tue jika dipadankan dengan istilah sekarang merupakan seorang Kepala Dusun yang tugasnya membantu Jurai Kebali'an mengurusi kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya di lingkup yang lebih kecil baik itu tentang penghidupan seperti bercocok tanam, membuka lahan baru, dan sebagainya maupun tentang persengketaan dan kematian. Di dalam persengketaan antar warganya ini biasanya Jurai Tue-lah yang akan menyelesaikan. Jika sengket tak selesai barulah Jurai Tue akan menghadap Jurai Kebali'an untuk menyelesaikan persengketaan itu. Dan sama seperti Mimbar, keterpilihan Jurai Tue juga tidak berdasarkan pemilihan melainkan atas dasar kehendak Jurai Kebali'an dan kedudukannya bisa diwariskan turun temurun ke anak lelakinya.
Daripada itu, seorang Jurai Kebali'an juga memiliki partner kerja seorang Kepala Marga yang disebut Depati atau Pasirah. kalau dalam istilah yang mudah dipahami maka Jurai Kebali'an hampir sama perannya seperti ulama sementara Depati adalah umarahnya. Meskipun begitu, Depati tetap harus tunduk kepada Jurai Kebali'an. Lebih dari itu, berbeda dengan Jurai Kebali'an, Mimbar dan Jurai Tua, kedudukan Depati ini didasari atas pemilihan langsung dan jabatannya tidak bisa diwariskan ke anak keturunannya.
Jadi, pada hakikatnya Jurai Kebali'an tetaplah poros sentral yang membawahi Suku Gumai ini. Ia menjadi tempat bertanya, mencari keadilan dan tempat mengadu dan memutuskan berdasarkan pandangan kerohaniannya. Pandangan kerohanian inilah yang menjadi ciri khas dan yang membedakan tugas dari Jurai Kebali’an dengan Jurai Tue dan Mimbar. Ia begitu sakral dan diagungkan oleh rakyatnya. Bahkan karena sakralnya maka adalah tabu untuk mengetahui nama asli dan julukan dari Jurai Kebali’an. kalaupun tahu nama aslinya, sangat dilarang keras untuk menyebutnya.
****
Asal foto: kataomed.com