Secara makna, Mangokal Holi adalah bentuk penghormatan masyarakat di Batak Toba kepada leluhur mereka yang telah meninggal. Adapun prosesi dari mulai menggali kubur hingga memindahkan tulang belulang leluhur ke Tugu biasanya memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, kalau bukan karena kecintaan dan penghormatan kepada leluhur maka tentu hal ini akan berat sekali untuk dilaksanakan. Disamping itu, tradisi Mangokal Holi pun bisa menjadi ajang merekatkan tali persaudaraan sesama keluarga atau marga yang semula jarang atau bahkan belum pernah bertemu sama sekali. Dengan adanya upacara Mangokal Holi ini mereka jadi saling mengenal lebih dekat satu sama lain.
Melalui upacara Mangokal Holi juga keluarga atau marga yang melaksanakan upacara ini berharap mendapat limpahan berkat. Berkat disini bisa berupa keturunan yang banyak, rezeki yang melimpah atau bahkan umur yang panjang. Tidak hanya itu, Mangokal Holi juga akan mengangkat martabat atau marga yang melaksanakannya. Semakin megah dan indah sebuah tugu yang dibangun untuk persemayaman leluhur maka menjadi semakin jelas status Marga pemilik tugu tersebut dan Semakin menambah gengsi.
Adapun rentetan prosesi upacara Mangokal Holi sendiri terbagi dalam beberapa tahap yang antara lain prosesi sebelum acara Mangokal Holi, acara Mangokal Holi itu sendiri dan acara setelah Mangokal Holi dilaksanakan.
Kemudian pihak hula-hula akan memberikan ulos sebagai simbol penghormatan kepada leluhur yang akan di-Mangokal Holi. Pemberian ulos oleh pihak hula-hula itu kemudian dibalas oleh keluarga yang akan melaksanakan Mangokal Holi dengan pemberian tandok yakni ucapan terima kasih berupa sejumlah uang yang diletakkan di sebuah tempat yang berisi beras dan daun sirih. Sepanjang acara ini berlangsung irama musik gondang, yakni irama musik khas Batak Toba akan mengiringi dengan harapan nantinya acara Mangokal Holi berjalan lancar dan mendapat restu dari Debata (Tuhan) maupun para leluhur.
Dan puncaknya adalah acara Mangokal Holi itu sendiri. Pada pagi hari sebelum Mangokal Holi dilaksanakan, tiang borotan akan ditancapkan di depan rumah leluhur. Tiang borotan ini semacam tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan. Di pucuk tiang, dipasang kain putih sebagai lambang kesucian. Disamping itu, selain kain putih, ada juga ulos pengiring dan daun silinjuang. Kain ulos pengiring sendiri adalah simbol harapan akan turunnya berkah untuk keluarga mereka. Sementara daun silinjuang bermakna harapan untuk setiap generasi marga yang mengadakan Mangokal Holi akan menang melawan musuh, dan mengalah terhadap kawan.
Seusai ritual Mangokal Holi selesai maka acara akan ditutup dengan pesta menyantap Huda Debata. Huda Debata itu dipotong untuk kemudian dimasak dan disajikan kepada para tamu. Dan sama seperti pembagian pada daging kerbau di awal, bagian kepala dan ekor untuk pihak hula-hula, satu paha untuk tuan rumah, bagian perut dan leher untuk pihak boru, dan barulah sisanya untuk disantap bersama-sama. Nama masakan untuk olahan daging kuda ini sendiri biasanya adalah dimasak saksang, yakni cara masak orang Batak Toba dimana daging yang diolah akan dicampur dengan darah.
***
Sumber foto: kaskus.com, anthonynh.blogspot.com dan tobaria.com