24 April 2022

Mangokal Holi, Tradisi Menghormati Leluhur di Batak Toba

Tradisi Mangokal Holi di mayarakat Batak Toba adalah tradisi memindahkan tulang belulang para leluhur dari makam sebelumnya untuk dipindahkan ke tempat lain yang dinamakan Tugu. Dalam bahasa Indonesia sendiri mangokal berarti menggali sementara holi artinya tulang. Jadi, secara harafiah Mangokal Holi berarti menggali tulang. Dan memang pada prinsipnya upacara adat Mangokal Holi adalah memindahkan tulang belulang dari satu tempat ke tempat lain.

Secara makna, Mangokal Holi adalah bentuk penghormatan masyarakat di Batak Toba kepada leluhur mereka yang telah meninggal. Adapun prosesi dari mulai menggali kubur hingga memindahkan tulang belulang leluhur ke Tugu biasanya memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, kalau bukan karena kecintaan dan penghormatan kepada leluhur maka tentu hal ini akan berat sekali untuk dilaksanakan. Disamping itu, tradisi Mangokal Holi pun bisa menjadi ajang merekatkan tali persaudaraan sesama keluarga atau marga yang semula jarang atau bahkan belum pernah bertemu sama sekali. Dengan adanya upacara Mangokal Holi ini mereka jadi saling mengenal lebih dekat satu sama lain.

Melalui upacara Mangokal Holi juga keluarga atau marga yang melaksanakan upacara ini berharap mendapat limpahan berkat. Berkat disini bisa berupa keturunan yang banyak, rezeki yang melimpah atau bahkan umur yang panjang. Tidak hanya itu, Mangokal Holi juga akan mengangkat martabat atau marga yang melaksanakannya. Semakin megah dan indah sebuah tugu yang dibangun untuk persemayaman leluhur maka menjadi semakin jelas status Marga pemilik tugu tersebut dan Semakin menambah gengsi.  

Adapun rentetan prosesi upacara Mangokal Holi sendiri terbagi dalam beberapa tahap yang antara lain prosesi sebelum acara Mangokal Holi, acara Mangokal Holi itu sendiri dan acara setelah Mangokal Holi dilaksanakan. 

Sebelum acara Mangokal Holi dilaksanakan pihak keluarga yang akan menggelar Mangokal Holi diwajibkan untuk menjamu seluruh keluarga besar dan warga kampung dengan daging kerbau dan nasi. Disamping itu, untuk pihak hula-hula atau pihak keluarga dari baris istri akan dihidangi jambar yakni masakan berupa kepala dan ekor kerbau sebagai bentuk penghormatan tertinggi kepada hula-hula, karena dalam pandang orang Batak Toba yang paling dihormati dalam keluarga adalah keluarga dari pihak istri. Dalihan Na Tolu, begitu istilahnya dalam bahasa Toba. Sementara untuk boru atau saudara perempuan dan kerabat dari pihak suami ditempatkan dalam posisi melayani hula-hula. Dan yang terakhir adalah dongan tubu atau saudara semarga ditempatkan dalam posisi yang sejajar.

Kemudian pihak hula-hula akan memberikan ulos sebagai simbol penghormatan kepada leluhur yang akan di-Mangokal Holi. Pemberian ulos oleh pihak hula-hula itu kemudian dibalas oleh keluarga yang akan melaksanakan Mangokal Holi dengan pemberian tandok yakni ucapan terima kasih berupa sejumlah uang yang diletakkan di sebuah tempat yang berisi beras dan daun sirih. Sepanjang acara ini berlangsung irama musik gondang, yakni irama musik khas Batak Toba akan mengiringi dengan harapan nantinya acara Mangokal Holi berjalan lancar dan mendapat restu dari Debata (Tuhan) maupun para leluhur.  

Dan puncaknya adalah acara Mangokal Holi itu sendiri. Pada pagi hari sebelum Mangokal Holi dilaksanakan, tiang borotan akan ditancapkan di depan rumah leluhur. Tiang borotan ini semacam tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan. Di pucuk tiang, dipasang kain putih sebagai lambang kesucian. Disamping itu, selain kain putih, ada juga ulos pengiring dan daun silinjuang. Kain ulos pengiring sendiri adalah simbol harapan akan turunnya berkah untuk keluarga mereka. Sementara daun silinjuang bermakna harapan untuk setiap generasi marga yang mengadakan Mangokal Holi akan menang melawan musuh, dan mengalah terhadap kawan. 

Dan pada tiang borotan itulah keluarga dan marga yang akan melaksanakan Mangokal Holi menari manortor sambil mengeliling tiang borotan tersebut. Secara bersamaan disiapkan pula seekor kuda berwarna hitam yang disebut Huda Debata (kuda Tuhan) dan peti tempat tulang belulang para leluhur pun akan dikeluarkan dan dijunjung di atas kepala para boru mulai dari yang tertua hingga yang termuda. Dan prosesi Mangokal Holi pun dimulai yakni prosesi menggali kubur para leluhur untuk kemudian tulang belulangnya dikumpulkan dan dicuci bersih menggunakan air perasan jeruk nipis yang dicampur kunyit. Setelah tulang belulang itu bersih maka proses berikutnya adalah memasukkan tulang belulang para leluhur itu ke dalam peti yang sudah disiapkan. Barulah kemudian tulang belulang para leluhur yang sudah ada di dalam peti ini dibawa ke tugu untuk dikuburkan di sana bersama leluhur lain dari marga tersebut yang sudah terlebih dulu ada di sana.

Seusai ritual Mangokal Holi selesai maka acara akan ditutup dengan pesta menyantap Huda Debata. Huda Debata itu dipotong untuk kemudian dimasak dan disajikan kepada para tamu. Dan sama seperti pembagian pada daging kerbau di awal, bagian kepala dan ekor untuk pihak hula-hula, satu paha untuk tuan rumah, bagian perut dan leher untuk pihak boru, dan barulah sisanya untuk disantap bersama-sama. Nama masakan untuk olahan daging kuda ini sendiri biasanya adalah dimasak saksang, yakni cara masak orang Batak Toba dimana daging yang diolah akan dicampur dengan darah.


***


Sumber foto: kaskus.com, anthonynh.blogspot.com dan tobaria.com