Tapi jangan mesum dulu ya, peluk cium disini tidak didasari atas nafsu birahi tapi lebih ke cinta kasih dan kasih sayang antar sesama. Dari adat omed-omedan ini kita bisa belajar tentang bagaimana kebersaman dan rasa kekeluargaan yang erat diupayakan.
Salah satu wilayah yang masih mempertahankan tradisi omed-omedan di Bali adalah warga Banjar Kaja di desa Sesetan, Denpasar. Peserta yang ikut acara adat omed-omedan ini sendiri adalah laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 18 sampai 30 tahun dan berstatus lajang. Untuk pelaksanaan acaranya adalah sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi.
Secara bahasa, omed-omedan berarti tarik menarik, karena dalam adat omed-omedan ini peserta saling peluk, cium, siram dan tarik. Secara singkat tradisi omed-omedan ini ada pada penggalan lirik lagu yang mereka nyanyikan sepanjang acara, "Omed-omedan, saling kedengin, saling gelutin. Diman-diman… Omed-omedan, besik ngelutin, nelen ngedengin. Diman-diman…"
Sebelum acara adat omed-omedan dimulai terlebih dahulu semua peserta akan melakukan persembahyangan yang kemudian dilanjutkan dengan pementasan Barong Bangkung Jantan dan Betina. Barulah setelah prosesi diatas selesai, peserta adat omed-omedan akan memasuki pelataran pura yang artinya adat omed-omedan akan dimulai. Peserta terbagi dalam dua kelompok yang terdiri dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Mereka saling berhadap-hadapan. Musik gamelan pun mulai dimainkan dan tetua adat akan memasuki arena adat untuk memberi aba-aba agar kedua kelompok saling mendekat satu sama lain.
Ketika kedua kelompok sudah dekat maka peserta terdepan dari masing-masing kelompok akan berpelukan, kemudian saling cium sampai akhirnya disiram dengan air. Jika sudah begitu maka peserta lain dari kelompoknya akan menarik teman kelompok mereka untuk kemudian berganti peserta berikutnya. Begitulah acara berlangsung penuh gelak tawa sampai semua peserta mendapat giliran maju ke depan.
***
Sumber foto: tempatwisatadibali.id, dreamstime.com dan 1001indonesia.net