Ritual Asyeik Etnis Kerinci untuk Memanggil Roh Leluhur

Upacara adat yang bertujuan untuk memanggil roh leluhur pada etnis Kerinci, Jambi ini bernama Asyeik, atau dalam beberapa dialek dikenal juga dengan sebutan aseak, asyek, atau aseik. Ritual Asyeik ini bertujuan untuk meminta bantuan kepada roh leluhur agar apa yang diinginkan terkabul. Ritual Asyeik ini sudah ada sejak jaman prasejarah dimana masyarakat etnis Kerinci pada saat itu masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Dan kerana ini adalah ritual yang sakral dan magis maka upacara atau ritual Asyeik dipimpin oleh seorang pawang atau dukun yang dianggap memiliki kemampuan supranatural yang disebut Imam nan Barempak. Pemimpin ritual ini tak terbatas hanya pada laki-laki saja tapi boleh juga dipimpin oleh seorang perempuan selama dia telah ditunjuk oleh nenek moyang melalui mimpi.  Dalam ritual, imam ini akan mengawasi ritual dan mengobati jika ada peserta atau hadirin yang kerasukan. 

Pada saat ini karena sudah berakulturasi dengan ajaran Islam dimana Islam masuk ke Sakti Alam Kerinci (sebutan untuk wilayah budaya Kerinci) pada abad ke-13 hingga abad ke-14 yang dibawa oleh para pendakwah dari Minangkabau, mantra-mantra atau tujuan pemujaan pun berganti atau disisipi dengan puja-puji kepada Allah dan para NabiNya. Meskipun begitu ritual Asyeik tetap pada esensinya yakni upacara untuk berkomunikasi dengan ha-hal gaib yang diyakini mampu memberikan kekuatan-kekuatan tertentu.

Ada banyak tahapan dalam upacara atau ritual Asyeik ini, makanya ritual ini biasanya memakan waktu yang tidak sebentar yaitu antara 3 sampai 1 minggu. Tapi secara umum tahapan dalam ritual Asyeik ini terbagi menjadi dua yakni tahapan umum dan tahapan khusus. Tahapan umum adalah tahapan yang wajib ada pada semua jenis asyeik. Sementara tahapan khusus merupakan tahapan yang hanya ada pada jenis asyeik tertentu saja. Di dalamnya ada seni pertunjukan yang sangat rumit karena memadukan unsur tari, sastra dan musik tradisional, dimana pada puncak acara seorang penari akan kesurupan arwah leluhur.

Para penari dalam ritual Asyeik sendiri jumlahnya tidak ditentukan dan boleh oleh laki-laki maupun perempuan selama penari tersebut memang sudah terbiasa menari pada upacara adat baik pada upacara Asyeik maupun upacara-upacara adat lainnya yang ada di Kerinci. Para penari ini disebut dengan sebutan Balian atau Bilan. Dan semenjak Islam masuk, para penari biasa disebut juga dengan sebutan Balian Salih atau Bilan Salih.  

Dan seperti disebutkan di atas, tak hanya tahapan yang harus dilalui, ritual Asyeik juga ada banyak macamnya tergantung kebutuhan dan kondisi dimana diadakannya ritual tersebut seperti jika ada yang mengalami musibah, sakit, belum memiliki keturunan, kekurangan rezeki, atau bahkan ketika mendapat kelimpahan rezeki seperti saat kenduri sko, kenduri adat atas hasil panen.

Pertama-tama orang yang akan mengadakan ritual Asyeik yang disebut Uhang Jadoi akan datang ke Imam Nan Barempak untuk memimpin ritual sesuai ritual yang mereka butuhkan. Dan Imam Nan Barempak akan meminta Uhang Jadoi untuk mempersiapkan kebutuhan sesuai ritual Asyeik yang diminta. Jika semua persyaratan ritual telah tersedia maka Uhang Jadoi akan hadir untuk menyampaikan maksudnya melalui perantara Imam Nan Barempak. Tak lama berselang biasanya akan ada yang kesurupan arwah leluhur, entah itu dari pengunjung, para penari atau Uhang Jadoi sendiri. Peristiwa kesurupan ini diyakini sebagai tanda ritual berhasil dengan hadirnya arwah leluhur yang siap berkomunikasi.      


Jenis-jenis Ritual Asyeik 

Adapun macam-macam ritual Asyeik antara lain:

  1. Asyeik Ngayun Luci
  2. Secara bahasa ngayun luci berarti mengayunkan sejenis boboko yaitu sebuah tempat yang terbuat dari anyaman bambu dan biasanya dipergunakan untuk menyimpan beras. Dan memang sesuai namanya, ritual Asyeik Ngayun Luci ini dilaksanakan menjelang panen dimana bulir-bulir padi mulai terisi dengan tujuan untuk memohon agar sawah-sawah mereka dijauhkan dari hama dan penyakit hingga panen yang didapat melimpah. Pada ritual ini luci-luci tersebut akan diisi dengan berbagai sesajen dan buah-buahan untuk digantungkan di rumah adat hingga panen selesai.

  3. Asyeik Mamujo Padang
  4. Ritual Asyeik Mamujo Padang bertujuan untuk meminta izin dan diberikan keselamatan ketika akan membuka lahan baru di hutan untuk dijadikan areal pertanian seperti sawah atau perkebunan. Mereka meyakini bahwa setiap areal hutan pasti ada penghuninya dan jika tidak terlebih dahulu meminta izin melalui ritual Asyeik Mamujo Padang makan penghuni hutan akan marah.

  5. Asyeik Tulak Bala
  6. Sementara upacara adat Asyeik Tulak Bala seperti namanya adalah bertujuan untuk menolak bala. Dengan ritual Asyeik Tulak Bala diharapkan roh-roh jahat yang ada di sekitar desa akan pergi. Ritual Asyeik Tulak Bala ini biasanya dilakukan pada bulan Muharram atau Safar dalam kalender Hijriyah. Ritual ini dilakukan dengan cara berkeliling desa dan memukul setiap rumah dengan batang puar dan lidi yang diikat, serta sambil mengarak gunungan janur.  

  7. Asyeik Naik Mahligai
  8. Pada awalnya ritual Asyeik Naik Mahligai ini adalah bertujuan untuk prosesi penobatan raja atau putra mahkota. Dan sekarang ketika raja-raja tidak ada lagi di Kerinci, ritual Asyeik Naik Mahligai ini digunakan untuk penobatan Balian yakni orang-orang sakti yang diyakini telah sempurna memiliki ilmu-ilmu supranatural dan kebatinan. Prosesi dari ritual Asyeik Naik Mahligai ini sendiri adalah dilakukan di halaman rumah adat dimana dihalaman tersebut telah disiapkan sebuah rumah-rumahan panggung dari bambu sebagai singgasana. dan para Balian akan menapaki tiap tangga menuju singgasana tersebut untuk kemudian duduk di dalamnya.  

  9. Asyeik Nyabung
  10. Ritual Asyeik Nyabung ini sendiri adalah untuk keperluan meminta kesembuhan ketika ada seseorang yang sakit dan tak kunjung sembuh. Ritual Asyeik Nyabung ini biasanya dilaksanakan di tepi sungai yang ada di hutan dan menjadikan pertunjukan sabung ayam sebagai persembahannya. namun, pada saat ini seiring kemajuan jaman, hampir tidak ada lagi orang yang melakukan ritual Asyeik Nyabung ini.

  11. Asyeik Nyambai
  12. Ritual Asyeik Nyambai ini hanya ada di Desa Siulak Panjang, Kecamatan Siulak untuk memohon kesejahteraan desa. Ritual ini biasanya diadakan di rumah Gedang Rajo Simpan Bumi yakni sebuah rumah adat yang ada di desa tersebut.  

  13. Asyeik Tauh
  14. dan yang terakhir adalah ritual Asyeik Tauh atau biasa juga disebut dengan Tarei Tauh yang ada di Desa Siulak Gedang, Kecamatan Siulak. Ritual ini selalu diadakan bertepatan dengan ritual Kenduri Sko yakni sebuah kenduri adat yang ada di etnis Kerinci. Pada ritual ini para Balian akan mengelilingi sesajen sambil mengikat benang yang dinamakan benang sepuluh.


Bahan dan Perlengkapan Ritual Asyeik

Secara umum bahan dan alat yang diperlukan dalam ritual Asyeik ini antara lain: Jikat yakni beras yang ditempatkan didalam bakul atau luci. Untuk jikat ini terbagi menjadi dua ukuran tergantung ritual Asyeik mana yang dilaksanakan. Ada jikat gedang yang berarti beras yang disediakan sejumlah 1 gantang yang kira-kira sebanyak 4 kg dan jikat kecik yang ukurannya sebanyak 1 cupak atau sekitar 0,5 kg. Disamping beras didalam bakul tersebut juga akan diisi berbagai sesajen seperti keris, benang putih dengan 10 lilitan (benang sepuluh), gelang kuningan, cincin kuningan (cincin anye) uang sebesar 25 ribu (dulu disebut uang seringgit dan jumlahnya sebesar 2,5 rupiah), sirih, pinang, dan rokok enau. Kemudian bakul tersebut akan ditutup dengan kain kafan (kain limo jito) dan diatasnya diletakkan Alqur'an (kitab gedang) dan tasbih.

Kemudian perlengkapan lainnya yaitu sesajen atau dalam bahasa Kerinci disebut Sajin. Sajin ini terbagi menjadi dua berdasarkan isinya yakni sajin ndah dan sajin tinggi. Isi dari sajin ndah antara lain pisang ambon sebanyak 5-7 sisir dan juadah yaitu makanan tradisional yang terbuat dari ketan merah an ketan putih dan dibungkus dengan daun pisang. Sementara untuk sajin tinggi isinya antara lain tiga ayam bakar tiga warna (hitam, merah, kuning), lemang dan rendang breh-bertih (rendang beras-padi) yang dimasak tanpa minyak. 

Perlengkapan lainnya adalah bungo adum dan jamba. Yang dimaksud dengan bungo adum adalah bunga tujuh rupa yang mewakili 9 warna dan ditambahkan dengan jeruk purut, jeruk nipis dan jeruk kunci. Sementara jamba sendiri adalah sebuah hidangan nasi putih sebanyak 4 piring dengan lauk pauk  seperti telur, gulai dan hidangan lainnya.

Dan yang terakhir adalah kemenyan beserta dupanya juga alat musik pengiring ritual yang disebut redap dan gong. Redap adalah alat musik tradisional khas Kerinci yang mirip dengan rebana.   

***

Sumber gambar dan referensi: Wikipedia Bahasa Indonesia