Tradisi Babarit di Kuningan Jawa Barat

Sumber: Kuningankab.go.id
Tradisi Babarit pada umumnya merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh Suku Sunda yakni tradisi ritual tahunan yang biasanya akan digelar pada bulan-bulan yang dianggap sebagi bulan dimana kesulitan akan lebih mendominasi seperti pada bulan Dzulkaidah atau bulan Hapit dan Sura atau Muharram. Di kedua bulan pada kalender Jawa ini konon adalah bulan yang serba sulit terutama pada bulan Hapit atau Kapit yang berarti kejepit.   

Atas dasar keyakinan tersebut maka diadakanlah tradisi Babarit atau Babaritan agar mereka bisa melalui bulan sulit tersebut dan terhindar dari segala mara bahaya. Pada intinya tradisi Babarit adalah sebentuk rasa syukur akan limpahan rejeki di bulan-bulan yang terlewat sekaligus memohon perlindungan dan senantiasa mendapatkan berbagai kebaikan, keselamatan dan terhindar dari bencana pada masa-masa yang akan datang.

Sayangnya tradisi Suku Sunda yang sarat makna ini mulai banyak ditinggalkan. Dan salah satu yang masih tetap rutin melaksanakan tradisi Babarit ini adalah di Kecamatan Darma, kabupaten Kuningan yang biasa digelar pada bulan Hapit selepas Ashar. Konon dulunya acara Babarit ini digelar pada saat matahari terbenam, tapi karena di waktu tersebut bertepatan dengan ibdah Sholat Magrib maka sejak tahun 1981 acara dimajukan menjadi selepas Ashar.

Untuk acaranya sendiri, tradisi Babarit ini menampilkan kesenian Sunda bernama Tayuban selama satu jam sebagai acara inti dimana tradisi ini akan dibuka dengan pemanjatan do'a yang dipimpin oleh tokoh agama setempat untuk kemudian beranjak ke acara inti yakni tayuban Sunda. Dalam tayuban Sunda ini sinden akan melantunkan beberapa tembang dengan iringan musik tradisional seperti endang, gong, bonang, saron, dan gambang. Biasanya selama pesinden melantunkan tembangnya akan ada dua sampai empat orang laki-laki yang menari khas Sunda dengan ditemani pesindennya.

Tembang-tembang yang wajib dilantunkan pada tradisi Babarit di Kecamatan Darma, Kuningan ini ada tujuh lagu khas Babarit yakni Lahir Batin, Golewang, Titi Pati, Tali Asih, Renggong Buyut, Goyong-goyong, dan Raja Pulang. Ketujuh lagu itu harus dilantunkan sinden secara berurutan dalam suasana khidmat. 

Ketujuh lagu khas Babarit di Kecamatan Darma ini begitu sarat akan makna dan petata-petiti luhur dalam mengarungi bahtera hidup. Lagu Lahir Batin misalnya, pada lagu ini sinden mengajak untuk senantiasa berbuat baik dan tidak meninggalkan ajaran agama. Sementara pada lagu Golewang mengajak untuk selalu mematuhi hukum yang berlaku baik itu hukum agama maupun hukum negara.

Urutan lagu berikutnya adalah lagu yang berjudul Titi Pati berisi nasihat untuk selalu berhati-hati dalam menjalani hidup. kemudian dilanjut dengan lagu Sili Asih yang bermakna ajakan untuk senantiasa saling menyayangi. Renggong Buyut sendiri mengandung makna agar masyarakat untuk selalu memelihara silaturahmi. Dan pada lagu yang berjudul Gotong Royong sendiri seperti judulnya adalah ajakan untuk memelihara budaya gotong royong. Dan lagu terakhir adalah lagu Raja Pulang yang mengingatkan kepada kita agar senantiasa melakukan kebaikan untuk bekal kehidupan di akhirat kelak.  

Dari perhelatan tradisi babarit yang pendek ini kita disuguhi banyak sekali petuah-petuah sebagai bekal untuk menjalani hidup baik hidup di dunia maupun bekal hidup di alam keabadian kelak.