Home » , , , » Ritual Tolak Bala: Tradisi dan Tanggung Jawab Sosial di Kabupaten Mamasa

Ritual Tolak Bala: Tradisi dan Tanggung Jawab Sosial di Kabupaten Mamasa

Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, menjadi saksi sebuah ritual tolak bala yang diadakan oleh warga setempat sebagai respons terhadap tindakan amoral seorang pria berinisial M (55). Pria tersebut diduga melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak kandungnya yang berusia 22 tahun, hingga mengakibatkan kehamilan selama 6 bulan. Ritual ini mencerminkan kepedulian terhadap norma adat dan budaya, serta tanggung jawab sosial terhadap kejadian yang mengguncang hati masyarakat.

Ritual Tolak Bala Massuru Tallungallo

Ritual tolak bala, dikenal sebagai Massuru Tallungallo, diadakan di bantaran Sungai Sumarorong, Kecamatan Sumarorong. Seluruh warga yang mengikuti ritual diwajibkan mengenakan pakaian berwarna putih sebagai simbol kesucian. Ritual ini dibagi menjadi dua tahap utama, yaitu Mattepak dan Ma'rambu Langi.


1. Mattepak: Sanksi Terhadap Pelaku

Pada tahap ini, sanksi diberlakukan terhadap pelaku dan keluarganya. Sebuah kerbau dijadikan simbol untuk menebus kesalahan pelaku yang dianggap telah berbuat semena-mena terhadap anak kandungnya.


2. Ma'rambu Langi: Pembersihan dan Permohonan

Tahap ini melibatkan pembakaran seekor anjing merah dan pemasakan ayam merah. Proses ini merupakan langkah pembersihan dan permohonan, di mana orang tua pelaku melakukan ritual sebagai bentuk inisiatif untuk membersihkan diri dan keluarga dari kesalahan yang terjadi.


Babarang Pemali: Tahap Selanjutnya

Ritual ini berlanjut pada hari kedua dan ketiga dengan penumbalan sembilan ekor babi, yang dikenal sebagai Babarang Pemali. Setiap tahapannya, termasuk proses pemotongan babi, merupakan bagian dari upaya menebus kesalahan pelaku dan menjaga keseimbangan alam.


Makna Empat Jenis Binatang

Pemilihan kerbau, anjing, ayam, dan babi sebagai tumbal dalam ritual ini memiliki makna dan fungsi masing-masing. Kerbau sebagai penanggung sanksi, asap anjing sebagai sarana komunikasi dengan sang pencipta dan alam, ayam merah sebagai permohonan kebaikan, dan babi sebagai perwujudan menebus kesalahan pelaku.


Tanggung Jawab Sosial

Tokoh adat, Paulus Palullungan, menegaskan bahwa ritual Massuru Tallungallo bukan hanya sebagai bentuk sanksi adat, tetapi juga tanggung jawab bersama. Keluarga pelaku dan warga setempat memiliki tanggung jawab untuk memastikan kelancaran pelaksanaan ritual. Jika keluarga pelaku tidak mampu, seluruh masyarakat turun tangan, karena ritual ini memiliki dampak yang melibatkan banyak orang dan alam.


Menggabungkan Tradisi dan Hukum

Meski ritual ini dilaksanakan sebagai sanksi adat, Paulus menekankan bahwa sanksi hukum terhadap pelaku tetap harus dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ritual ini, dengan segala simbolisme dan maknanya, menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga norma sosial dan adat, sekaligus menegaskan bahwa hukum formal tidak boleh diabaikan.


Kesimpulan

Ritual Massuru Tallungallo di Mamasa bukan hanya mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Sulawesi Barat, tetapi juga menyoroti tanggung jawab sosial yang menjadi bagian integral dari kehidupan bersama. Dalam situasi sulit seperti ini, masyarakat setempat bersatu untuk menjaga keseimbangan alam dan merespons tindakan yang melanggar norma-norma yang telah dijunjung tinggi. Ritual ini menjadi cerminan nilai-nilai luhur dan solidaritas dalam menjaga keharmonisan sebuah komunitas.