Home » , , » Henge'do: Menelusuri Keunikan Tradisi Cium Hidung Masyarakat Sabu Raijua

Henge'do: Menelusuri Keunikan Tradisi Cium Hidung Masyarakat Sabu Raijua

Indonesia kaya akan keberagaman budaya yang memukau. Setiap daerah memiliki tradisi uniknya sendiri yang mampu memperkaya keberagaman bangsa. Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah Henge'do, tradisi cium hidung ala masyarakat Sabu Raijua di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Dalam budaya ini, cium hidung tidak hanya sekadar salam, tetapi juga mempunyai makna mendalam yang mencerminkan persaudaraan dan penghormatan.

Henge'do, yang secara harfiah berarti "cium hidung," menjadi cara unik menyambut dan berkomunikasi di antara masyarakat Sabu Raijua. Berbeda dengan salam pada umumnya, Henge'do dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja. Tradisi ini tidak mengenal batasan status, strata sosial, atau usia, menghadirkan kehangatan hubungan di antara warganya.

Menariknya, Henge'do bukan hanya sekadar tanda penghormatan saat bertemu, namun juga menjadi lambang persaudaraan dan kejujuran di tengah masyarakat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Profesor Budaya asal Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, ditemukan bahwa ada 22 jenis ciuman yang dilakukan oleh masyarakat Sabu Raijua. Setiap ciuman tersebut memiliki makna tersendiri, mencerminkan nilai-nilai budaya dan filosofi hidup masyarakat setempat.

Prof. Dr. Felysianus Sanga MPd, Guru Besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, menjelaskan bahwa hidung, sebagai alat pernapasan, memiliki makna kehidupan bagi masyarakat Sabu Raijua. Dengan filosofi tersebut, Henge'do diartikan sebagai unsur yang mampu menghidupkan rasa kekeluargaan antara satu dengan lainnya, bahkan ketika pertemuan tersebut adalah yang pertama kalinya.

Tidak hanya terbatas pada Pulau Sabu, Henge'do lambat laun menyebar dan berkembang di wilayah Nusa Tenggara Timur. Tradisi ini menjadi salah satu bentuk persaudaraan yang tulus, menciptakan hubungan yang erat di antara masyarakat di berbagai daerah. Bahkan, di beberapa negara lain, terdapat tradisi serupa, seperti Hongi dari Selandia Baru yang dilakukan oleh Suku Maori.

Sebuah momen menarik terjadi saat Presiden Joko Widodo turut merasakan keunikan Henge'do. Saat mengunjungi Parade 1001 Kuda Sandelwood, beliau turut melibatkan diri dalam tradisi ini dengan dua kepala desa di Kabupaten Sumba Barat Daya. Tindakan ini menjadi bukti bahwa keunikan budaya lokal mampu menyatu dalam konteks nasional, menciptakan kebersamaan yang lebih besar.


Kesimpulan

Henge'do, tradisi cium hidung masyarakat Sabu Raijua, bukan sekadar ritual salam biasa. Dibalik keunikan dan kelucuannya, tradisi ini mengandung makna mendalam tentang persaudaraan, penghormatan, dan kejujuran. Henge'do menjadi cermin kekayaan budaya Indonesia yang terus hidup dan berkembang, membawa pesan kehangatan dalam setiap sentuhan hidung yang dihadiahkan. Sebuah tradisi yang layak dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.