Home » , , , » Ngasa: Tradisi Sedekah Gunung di Dusun Jalawastu, Brebes

Ngasa: Tradisi Sedekah Gunung di Dusun Jalawastu, Brebes

Dusun Jalawastu, yang berada di bawah kaki Gunung Kumbang, merupakan sebuah daerah terpencil yang memelihara dan melestarikan tradisi unik bernama Ngasa. Ngasa, juga dikenal sebagai Sedekah Gunung, adalah upacara syukuran warga Jalawastu kepada Sang Maha Pencipta Allah SWT atas berbagai karunia, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya.

Makna Kultural Ngasa

Dalam konteks kebudayaan agraris, representasi gunung memiliki peran penting dalam kepercayaan masyarakat Jalawastu. Dalam studi zona Serayu Utara oleh van Bammelen (1949), Gunung Kumbang menjadi salah satu puncak pegunungan Kendeng Utara yang memiliki nilai spiritual dan kultural tinggi bagi masyarakat setempat. Mitos dan cerita rakyat seputar gunung ini menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Jalawastu.

Sebagai komunitas yang mendiami kaki Gunung Kumbang, tradisi Ngasa bukan hanya sekadar bentuk syukuran, tetapi juga representasi dari perjalanan panjang ekologi budaya yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat tersebut. Melalui folklore dan arkeologi, masyarakat Jalawastu menyimpan jejak harmoni sosial dan pergerakan sosial mereka.


Asimilasi Budaya dalam Ngasa

Ngasa bukan hanya sekadar ritual keagamaan; ini juga merupakan upaya personifikasi komunitas Jalawastu yang mencerminkan keberagaman budaya yang mereka pelihara. Tradisi ini menggabungkan unsur-unsur Hinduisme yang bercampur dengan tradisi Islam, menciptakan suatu bentuk kompromi dan adopsi antara kepercayaan-kepercayaan yang berbeda. Cerita dan mitos yang diceritakan melalui Ngasa menjadi medium rekonstruksi masa lalu, meskipun kadang-kadang berbau magis.

Sejarah mencatat bahwa pelaksanaan Ngasa tidak hanya terbatas pada wilayah Salem, melainkan tersebar di sembilan wilayah di sekitarnya. Setiap wilayah memiliki kuncen sendiri yang memimpin pelaksanaan Ngasa. Namun, inisiatif pada tahun 1997 oleh Kepala Desa Ciseureuh, Rusdi Ganda Kusuma, menyatukan upacara Ngasa di Jalawastu, menciptakan suatu kegiatan yang mempersatukan seluruh komunitas.


Simbolisme Gunung dalam Ngasa

Gunung Kumbang menjadi pusat simbolisme dalam Ngasa. Mitos tentang Gunung Kumbang berkaitan dengan berbagai kepercayaan lokal, seperti tempat bersemayamnya para dewata (hyang) dan kisah Ki Kolot dan Nyai Kolot. Masyarakat meyakini bahwa pemandangan tertentu dari utara pada musim kemarau menandakan penampakan Ki Kolot dan Nyai Kolot yang sedang menghangatkan diri.


Konservasi Lingkungan dan Budaya

Ngasa menjadi perwujudan dari ekologi budaya masyarakat Jalawastu. Pola perladangan tanpa irigasi sistemik, penggunaan tanah tropis yang gersang, dan teknik pertanian dasar tanpa alat modern adalah karakteristik dari sistem perladangan mereka. Masyarakat ini sangat tergantung pada lingkungan sekitar, dengan kebun-kebun mereka yang memanfaatkan tanah dari Perhutani.

Upacara Ngasa juga mencerminkan kesadaran mereka akan pentingnya konservasi lingkungan. Doa-doa dalam Ngasa mencakup permohonan untuk kesuburan dan hasil pertanian yang melimpah, menandakan keinginan untuk terus melestarikan alam sekitar mereka.


Keterbukaan Terhadap Modernisasi

Meskipun hidup di daerah terpencil, masyarakat Jalawastu tidak terisolasi dari perkembangan zaman. Mereka membuka diri terhadap teknologi luar, meskipun masih mempertahankan beberapa aspek tradisional. Rumah-rumah mereka, dengan konstruksi kayu dan tanpa semen atau genteng, menjadi simbol keinginan mereka untuk merawat tradisi leluhur. Pemeliharaan adat, seperti larangan menanam beberapa tanaman dan memelihara hewan tertentu, tetap dipegang teguh oleh masyarakat.


Keunikan Pola Makan dan Pendidikan

Pola-pola makan vegetarian yang telah dipegang masyarakat Jalawastu selama berabad-abad mencerminkan komitmen mereka terhadap gaya hidup yang ramah lingkungan. Mereka tidak hanya mempraktikkan pola makan ini tetapi juga membangun rumah dengan bahan-bahan alami dan menggunakan peralatan makan yang ramah lingkungan.

Pendidikan di Jalawastu masih menjadi tantangan, terutama dengan keterbatasan akses ke lembaga pendidikan formal. Tingkat pendidikan rendah membuat masyarakat Jalawastu kurang representatif dalam dunia formal, dan sedikit dari mereka yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.


Ngasa: Warisan Budaya yang Terus Hidup

Upacara Ngasa di Dusun Jalawastu menjadi warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai tradisional, keterbukaan terhadap modernisasi, dan kesadaran lingkungan. Meskipun hidup di era yang terus berkembang, masyarakat Jalawastu tetap teguh mempertahankan kearifan lokal mereka, menjadikan Ngasa sebagai perwujudan nyata dari hubungan harmonis antara manusia, budaya, dan alam. Tradisi ini tetap menjadi pilar keberlanjutan budaya masyarakat Jalawastu di kaki Gunung Kumbang.