Home » , , , , » Upacara Bijalungu Hiu Paana: Menyambut Musim Baru dengan Ritual dan Ramalan

Upacara Bijalungu Hiu Paana: Menyambut Musim Baru dengan Ritual dan Ramalan

Di tengah keindahan alam dan kekayaan budaya Indonesia, terdapat suatu upacara adat yang unik dan penuh makna, yaitu Bijalungu Hiu Paana. Upacara ini diselenggarakan oleh warga Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, setiap akhir Februari. Tanggal pastinya ditentukan oleh para Rato, pemimpin spiritual Marapu, yang memperhatikan tanda-tanda alam serta perhitungan bulan gelap dan bulan terang.

Makna Bijalungu Hiu Paana

"Bijal" bermakna turun atau pergi, sedangkan "hiu paana" merujuk pada sebuah hutan kecil yang menjadi pusat upacara ini. Dengan demikian, Bijalungu Hiu Paana menggambarkan perjalanan menuju hutan hiu paana. Acara ini mencapai puncaknya di sebuah gua kecil tak jauh dari kampung Waigalli, tempat di mana banyak benda keramat dikeluarkan pada malam sebelum acara puncak untuk disucikan. Warga antre untuk menerima berkat dari para Rato dan menari sepanjang malam.


Ritual-Ritual Bijalungu Hiu Paana

Bijalungu Hiu Paana pada dasarnya merupakan upacara menyambut musim baru, dan banyak ritual ramalan yang melibatkan kepercayaan pada Marapu, roh leluhur yang dihormati. Salah satu ritualnya adalah penyembelihan ayam oleh Rato Marapu, di mana kondisi usus ayam dianggap sebagai petunjuk baik buruknya hasil panen mendatang.

Ada juga ritual mengamati Manu Wulla Manu Laddu, sebuah batu bertuah yang konon merupakan pemberian penguasa langit kepada putrinya yang menikah dengan pria bumi. Posisi batu dalam gua hutan Hiu Paana menjadi petunjuk untuk menilai hasil panen. Ritual Kabena Kebbo, yang melibatkan lempar kerbau dengan buah pinang, juga menarik perhatian. Jika buah pinang mengenai dahi atau leher kerbau, dianggap sebagai pertanda baik, sedangkan perut dan kaki dianggap kurang baik.

Acara berlanjut dengan ritual Teung, di mana seekor kerbau muda yang dipilih sebagai persembahan dihalau memasuki area upacara. Posisi jatuhnya kerbau menjadi indikator kondisi tahun itu. Jika jatuh ke kanan, tahun dianggap baik, sedangkan jika jatuh ke kiri, tahun dianggap kurang baik. Daging kerbau kemudian dipotong-potong dan direbus dalam periuk suci yang disiapkan oleh Rato. Kuah rebusan menjadi petunjuk, dengan banyak buih berarti panen yang berlimpah, sedangkan buih yang sedikit menandakan hasil panen yang kurang menggembirakan.


Pentingnya Prakiraan Tradisional

Dalam masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisional seperti di Sumba Barat, prakiraan semacam ini dianggap penting. Mengetahui kondisi musim memungkinkan masyarakat untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Musim yang baik berarti hidup bisa berjalan normal, sementara musim yang buruk menuntut kesiapan dalam hidup hemat. Upacara Bijalungu Hiu Paana tidak hanya menjadi sarana ritual, tetapi juga menjadi wujud kearifan lokal yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat.