Home » , , » Rengkong: Kesenian Tradisional dari Cianjur yang Menggetarkan Hati

Rengkong: Kesenian Tradisional dari Cianjur yang Menggetarkan Hati

Cianjur, sebuah kabupaten yang indah di Jawa Barat, memiliki kekayaan budaya yang memikat. Di antara hijaunya sawah dan ladang, terdapat sebuah kesenian tradisional yang unik dan memesona: rengkong. Kesenian ini tidak hanya memancarkan keindahan, tetapi juga menyimpan nilai-nilai budaya yang kaya dan mendalam.

Asal-usul dan Perkembangan Rengkong

Rengkong bermula dari kehidupan masyarakat Warungkondang, tepatnya di Kampung Kandangsapi, Desa Cisarandi, Kecamatan Warungkondang. Awalnya, rengkong muncul sebagai bentuk kreativitas dalam membawa hasil ladang pulang ke pemukiman. Pikulan bambu yang diikat dengan tali ijuk menghasilkan suara menyerupai burung rangkong. Inilah cikal bakal kesenian rengkong.

Pada awal abad ke-19, kesenian rengkong diperkenalkan oleh seorang tokoh masyarakat, Said (almarhum), di Kampung Sukaratu, Desa Cisarandi. Perkembangan pesat terjadi ketika seorang pengusaha genteng memodifikasi rengkong dengan menggantikan beban padi dengan genteng di kampung lain. Sementara itu, di Kampung Kandangsapi, Sopian mengembangkan rengkong dengan inovasi baru sejak tahun 1967.


Peralatan dan Teknik Rengkong

Peralatan utama dalam kesenian rengkong melibatkan pikulan bambu, tambang ijuk, padi, dan minyak tanah. Pikulan terbuat dari bambu gombong, sedangkan tambang ijuk berfungsi sebagai pengikat beban padi. Padi yang beratnya sekitar 20-25 kilogram diikatkan pada pikulan. Minyak tanah digunakan sebagai pelumas untuk menghasilkan suara khas ketika tali ijuk bersentuhan dengan pikulan.


Pemain dan Busana

Kesenian rengkong melibatkan 14 orang pemain dengan peran masing-masing. Ada pembawa rengkong besar dan kecil, pemain dodog, dan pemain angklung buncis. Busana yang dikenakan adalah pakaian tradisional, seperti kampret atau pangsi, ikat kepala, dan sarung.


Pementasan Rengkong

Pementasan rengkong biasanya digelar saat perayaan hari besar agama atau nasional. Pemain membentuk barisan dengan pemain rengkong di barisan depan, diikuti oleh pemain angklung buncis dan pemain dodog. Ada juga pementasan kolektif di mana para pemain bebas bergerak, menciptakan suasana yang lebih dinamis.


Fungsi dan Nilai Budaya Rengkong

Awalnya, rengkong berfungsi sebagai pengalihan perhatian bagi peladang yang membawa beban padi. Suara khas yang dihasilkan memberikan irama pengiring yang memudahkan pemikulan. Seiring waktu, rengkong berkembang menjadi jenis kesenian dan tetap mempertahankan fungsi hiburan.

Dibalik keindahannya, rengkong mengandung nilai-nilai budaya yang sangat berharga. Kerja keras dan kerjasama tercermin dalam setiap pementasan, di mana suara khas rengkong dihasilkan melalui usaha bersama. Sebagai tambahan, di daerah Sukabumi dan Banten, rengkong memiliki fungsi religius sebagai ungkapan terima kasih kepada Dewi Padi.


Kesimpulan

Rengkong bukan sekadar kesenian tradisional, tetapi juga sebuah warisan budaya yang menyimpan nilai-nilai luhur. Dari segi estetika, keindahannya dapat memukau siapa pun yang menyaksikannya. Namun, di balik panggung, rengkong menyiratkan makna lebih dalam tentang kerja keras, kerjasama, dan rasa syukur kepada alam. Keseluruhan, rengkong adalah perpaduan harmonis antara seni, budaya, dan kearifan lokal yang patut dilestarikan.