Tradisi seni buto-butoan ini memiliki akar yang dalam dan berasal dari Desa Jelbuk, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember. Dilansir oleh JemberNetwork.com dari Jawatimuran Disperpusip, buto-butoan merupakan seni yang umumnya diadakan saat acara sunatan, perkawinan, atau peristiwa penting lainnya. Namun, tradisi ini menjadi lebih meriah lagi saat menyambut bulan puasa.
Fenomena ini menunjukkan keterkaitan erat antara seni tradisional dengan nilai-nilai keislaman yang dijunjung tinggi oleh masyarakat santri. Lebih jauh lagi, hal ini membuktikan bahwa tidak ada konflik antara agama dan budaya, karena seni dan budaya telah lama menjadi sarana dakwah agama Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para walisongo.
Seni buto-butoan merupakan perpaduan antara seni jaranan dan kesenian ondel-ondel. Namun, jenis seni ini hanya dapat ditemukan di bagian utara Jember, yang mayoritas penduduknya adalah buruh perkebunan dan berasal dari etnis Madura yang bermigrasi. Di sisi budaya, masyarakat di Jember utara menjadi pendukung utama dari tatanan masyarakat santri.
Meskipun tidak jelas dari mana asal usulnya, tradisi buto-butoan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Dari masa ke masa, tradisi ini terus berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat Jelbuk.
Pertunjukan buto-butoan bukan hanya sekadar hiburan semata, tetapi juga menjadi bagian dari ekspresi kegembiraan dan kekaguman dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi buto-butoan telah menjadi identitas kuat bagi masyarakat Desa Jelbuk, yang terus menjaga dan memelihara kekayaan seni dan budaya warisan nenek moyang mereka.
Melalui tradisi buto-butoan, masyarakat Gresik tidak hanya merayakan kedatangan bulan suci Ramadhan dengan sukacita, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya bangsa.