Home » , , , , » Mepe Kasur, Tradisi Unik Suku Osing Banyuwangi

Mepe Kasur, Tradisi Unik Suku Osing Banyuwangi

Tradisi Mepe Kasur adalah tradisi dari Suku Osing di Banyuwangi, tepatnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Ini menjadi tradisi yang unik karena pada hari yang sama semua warga Osing akan menjemur kasur mereka di depan rumah dari pagi sampai sore hari. Tidak hanya itu, kasur-kasur yang dijemur pun memiliki warna dan motif yang hampir sama yakni warna hitam sebagai warna atas dan merah untuk warna sisi kasur. 

Warga suku Osing di Banyuwangi ini serentak menjemur kasur bukan karena sehabis kena musibah seperti banjir atau musibah lainnya, tapi karena memang di kehidupan mereka ada satu tradisi yang bernama mepe kasur yang dalam bahasa Indonesia artinya menjemur kasur. Mereka percaya bahwa tradisi ini akan membuat rumah tangga mereka menjadi langgeng dan terhindar dari segala penyakit.

Tradisi mepe kasur ini dilaksanakan pada tanggal 1 Dzulhijah bertepatan dengan upacara adat bersih desa. Begitu matahari terbit, warga akan serentak mengeluarkan kasurnya ke halaman rumah untuk dijemur hingga sore hari sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman. Pada siang hari kasur-kasur itu akan dipukul dengan pemukul kasur oleh para nenek sambil merapalkan doa-doa agar seisi rumah terhindar dari segala bala dan yang berumah tangga akan dilanggengkan hubungannya.

Untuk kasur warna hitam dan merah sendiri adalah simbol tolak bala dan kelanggengan rumah tangga. Dan ketika hari menjelang sore atau dalam ukuran mereka ketika matahari telah melewati kepala maka kasur-kasur itu harus segera dimasukkan ke dalam rumah kembali. Kalau tidak maka kebersihan dan keberkahan kasur akan hilang.

Setelah semua kasur telah masuk ke dalam rumah kembali maka acara selanjutnya adalah mempersiapkan diri untuk menggelar tradisi tumpeng sewu pada malam harinya. Tradisi ini masih masuk ke dalam rangkaian ritual bersih desa yang salah satu ritual lainnya adalah mengarak barong dari ujung desa satu ke ujung desa lainnya. Setelah arak-arakan selesai, acara dilanjutkan dengan berziarah ke makan Buyut Cili yang dipercaya sebagai leluhur penjaga desa. Barulah kemudian sampai ke acara puncak yakni selametan tumpeng sewu. 


***

Sumber foto: Travelingyuk.com dan Agoda.com