Home » , , , , , » Tradisi Bulusan, Tradisi Syawalan di Jekulo Kudus

Tradisi Bulusan, Tradisi Syawalan di Jekulo Kudus

Tradisi bulusan adalah tradisi memberi makan hewan sejenis labi-labi (kura-kura lunak) yang ada di di sekitar Sungai Perak Sendang Bulusan. Tradisi ini termasuk dalam rangkaian tradisi kupatan yang diselenggarakan tepat setelah delapan hari perayaan Idul Fitri.

Tradisi kupatan ini sendiri menurut beberapa pendapat adalah hari rayanya orang-orang yang melaksanakan puasa Syawal yakni dari mulai tanggal 2 hingga 7 Syawal. Maka dari itu, pada tradisi kupatan ini juga lazim dengan ritual saling maaf-memaafkan. Ada juga yang berpendapat bahwa kata kupat sendiri merupakan akronim dari ngaku lepat yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya mengaku bersalah. Untuk itu karena masing-masing mengaku tak luput dari kesalahan maka adalah penting untuk saling memaafkan satu sama lain.

Sementara untuk tradisi bulusan sendiri adalah tradisi yang ada di Kecamatan jekulo, Kudus yang konon asal-usulnya adalah bulus-bulus tersebut dulunya manusia yang merupakan murid dari Sunan Muria atau dikenal juga oleh masyarakat Jekulo sebagai Mbah Dudo. Pada saat itu menurut legenda ada dua murid dari Mbah Dudo yang sangat nakal dan setiap kali Mbah Dudo datang kesana kedua muridnya selalu bertingkah seperti hewan bulus. Secara spontan Mbah Dudo atau Sunan Muria pun mengucapkan sabdo atau dawuhnya, dan seketika itu juga kedua muridnya berubah menjadi hewan bulus. Nama kecamatan Jegkulo sendiri konon juga merupakan bagian dari kata atau dawuh yang diucapkan oleh Mbah Dudo atau Sunan Muria. "“jeg kulo wonten mriki sampun wonten”.

Karena sudah terlanjur berubah menjadi bulus, maka Mbah Dudo meminta kepada warga di situ untuk selalu melaksanakan ritual pada setiap tanggal 8 Syawal guna mendoakan kedua muridnya dan sekaligus memberi mereka makan. Uniknya makanan yang diberikan bukanlah makanan yang biasa dimakan oleh hewan bulus melainkan makanan lepet, yakni sejenis makanan yang berasal dari beras ketan yang dibungkus dengan janur. Lepet sendiri bermakna lepat atau lupa/salah, sementara janur merupakan asal kata dari bahasa Arab, "Ja a Nur" yang artinya telah datang cahaya.

Dengan memberi makan bulus-bulus itu dengan lepet, masyarakat setempat percaya hal ini akan menolak bala karena diyakini bulus-bulus ini memiliki keterkaitan dengan para leluhur desa setempat.


***


Sumber gambar: kudusnews.com dan murianews.com