Rompon ini sendiri adalah sebuah kamar berukuran sekitar 4 x 4 meter persegi yang didalamnya disediakan berbagai keperluan bersalin dan kebutuhan bayi yang baru dilahirkan. Di ruangan tersebut terdapat sebuah tungku yang dalam bahasa Sangihe disebut dodika.
Tungku ini gunanya untuk memanasi ibu dan bayi setiap pagi dan sore sehabis mereka mandi agar tubuh mereka tetap hangat. Sehabis mandi pagi maupun sore bayi yang baru lahir itu akan dipanasi di atas tungku tersebut. Mereka percaya bayi yang dipanasi di atas dodika kelak akan menjadi anak yang baik dan penurut. Saking pentingnya kegiatan memanaskan bayi di atas tungku ini, ada ungkapan di orang Sangihe bahwa kalau ada anak yang nakal dan susah diatur maka disebut sebagai anak yang tidak dipanasi dengan baik, atau kalau dalam bahasa orang Sangihe, "Ana ini mesulungu tawe nararang mapia.”
Peralatan Lain yang Ada di Rompon
Peralatan lain yang harus ada di dalam rompon adalah kayu bakar atau hunaeng untuk tungku. Tidak semua kayu bisa dijadikan hunaeng, tapi hanya jenis kayu yang tidak mengeluarkan asap ketika dibakarlah yang harus tersedia di dalam rompon. Kayu ini biasanya dipotong sepanjang 40-45 cm dan disusun rapi agar lebih mudah diambil ketika akan digunakan.
Baca Juga: Upaca Pelet Kandhung pada Masyarakat Madura
Kemudian sembilu atau pisau yang terbuat dari kulit bambu yang gunanya untuk memotong pusar bayi. sejak jauh-jauh hari sembilu ini akan diletakkan di atas tungku untuk diasapi agar ketika digunakan untuk memotong pusar bayi, tubuh sang bayi tidak terinfeksi atau tetanus.
Dan yang terakhir adalah daun turi untuk jamu ibu yang baru melahirkan. Selama 40 hari setelah melahirkan sang ibu dan bayinya akan dirawat didalam rompon ini oleh mama biang atau biang kampong yang menangani sejak persalinan, memotong tali pusar bayi, memandikan bayi hingga membuat jamu daun turi tadi. Jamu daun turi ini sendiri gunanya untuk memulihkan kondisi sang ibu yang lemah sehabis melahirkan.