Padahal, tradisi ngobeng atau ngidang ini sangat positif karena dengan ngobeng ini mereka yang makan akan bercengkerama dan karenanya dapat mempererat tali silaturahmi. Tidak hanya itu, dalam tradisi ngobeng ini ada adab dan sopan santun yang tetap dijaga seperti mendahulukan yang lebih tua untuk mengambil makanan terlebih dahulu, hanya mengambil lauk yang terdekat dengan tempatnya duduk dan tidak segera menghabiskan makanan ketika yang makanan orang lain masih banyak.
Pada awalnya konon budaya atau tradisi ngobeng ini dibawa dan diperkenalkan oleh pendatang dari Arab pada jaman Kesultanan Demangan, sampai kemudian ada sedikit perubahan disesuaikan dengan kultur di Palembang pada saat itu. Salah satu penyesuaian itu adalah jika di budaya Arab lauk dan nasi itu biasanya dicampur dalam satu tempat atau wadah untuk kemudian dimakan bersama-sama 4 hingga 8 orang maka pada tradisi Ngobeng ini nasi dan lauknya dipisah di wadah berbeda namun masih diletakkan di tempat yang sama untuk dimakan bersama sambil lesehan dan tanpa menggunakan sendok.
Secara teknis, dalam tradisi ngobeng atau ngidang ini makanan akan dibawa dengan cara saling dioper agar makanan cepat sampai ke tempat dan tidak merepotkan tuan rumah, kecuali untuk baskom tempat cuci tangan yang memang biasanya dibawa langsung oleh seseorang karena jika dibawa dengan cara saling oper dikhawatirkan akan tumpah. Kenapa disediakan baskom cuci tangan sendiri adalah karena pada tradisi ngobeng ini tamu akan makan dengan tangan mereka dan tidak menggunakan sendok.
Dan akhirnya, tamu bisa makan dengan puas, silaturahmi tetap terjaga, dan tidak banyak makanan yang terbuang mubazir.