Pawai atau karnaval ogoh-ogoh ini biasanya dilakukan oleh para Teruna Seka yakni, organisasi kepemudaan Banjar sehari sebelum hari Raya Nyepi yang waktunya bersamaan dengan terbenamnya matahari.
Mereka akan mengadakan pawai ogoh-ogoh di jalan utama desa dimana dianggap sebagai tempat pertemuan para setan. Bentuknya yang menyerupai raksasa lengkap dengan mata melotot, taring tajam dan rambut menyeramkan adalah simbol roh jahat yang ada di sekitar kita yang oleh karenanya harus dimusnahkan.
Setelah patung ogoh-ogoh ini diarak keliling desa atau banjar, pada malam harinya ogoh-ogoh pun akan dibakar sebagai simbol bahwa roh jahat harus dihanguskan agar tidak mengganggu kehidupan manusia. Ritual pembakaran ogoh-ogoh ini biasa disebut dengan istilah pengrupukan yang diiringi dengan gamelan Bali yang disebut Bleganjur.
Baca juga: Omed-omedan, Tradisi Peluk Cium di Bali
Dengan dibakarnya ogoh-ogoh yang merupakan simbol dari Butha Kala menjadi penanda bahwa Butha Kala telah kembali ke alamnya dan dengan begitu akan tercipta keharmonisan hidup manusia dan alam. Kegiatan ini juga melambangkan pembersihan diri sebelum besok harinya memasuki ritual Nyepi.