Tradisi mengikir gigi ini sebenarnya banyak ditemui di beberapa daerah di Nusantara yang diantaranya tradisi kerik gigi pada Suku Mentawai, Kedawung di Cirebon, dan di beberapa daerah lainnya tak terkecuali pada Suku Kaili dan Suku Kuwali di Sulawesi Tengah. Dan pada pembahasan kali ini Arsip Budaya Nusantara akan membahas tiga tradisi mengikir gigi di Suku Kaili dan Suku Kuwali, Sulawesi Tengah yang prosesinya dibedakan berdasarkan tujuan dan momennya.
Dan inilah ketiga tradisi mengikir gigi di Suku Kaili dan Suku Kuwali, Sulawesi Tengah tersebut:
1. Upacara Nakeso
Adapun tujuan dari dilaksanakannya upacara Nakeso ini sendiri adalah untuk mengantar anak perempuan memasuki masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja atau masa gadis yang dalam bahasa Kaili disebut masa karandaa. Dengan diadakannya prosesi upacara Nakeso ini diharapkan sang anak akan menyesuaikan diri dengan dan tidak lagi bersikap seperti masa kanak-kanak yaitu dengan menjaga sikap dan tutur katanya hingga dengan begitu masa gadis yang dijalani akan senantiasa diliputi dengan kebahagiaan, kemurahan rejeki dan dimudahkan jodohnya.
Bagi masyarakat suku Kaili sendiri upacara adat Nakeso ini dalam pelaksanaannya terbagi menjadi dua tergantung status sosialnya. Untuk masyarakat biasa pelaksanaannya akan dipimpin oleh seorang Vati (dukun) dan digelar secara sederhana dan selesai dalam satu hari. Sementara untuk putri bangsawan maka peran Vati biasanya akan digantikan oleh Ketua Dewan Adat dan dilaksanakan semeriah mungkin hingga memakan waktu sampai seminggu penuh (tujuh hari tujuh malam) dengan melibatkan seluruh masyarakat. Sementara untuk biayanya sendiri, kalau orang biasa ditanggung sendiri oleh keluarganya maka untuk kalangan bangsawan karena pelaksanaannya memakan waktu yang lama maka tentu biaya yang dibutuhkan pun tak sedikit. Untuk itu biaya pesta biasanya diperoleh dari bantuan rakyat yang disebut dengan pekasuvia yakni berupa hewan ternak, beras, sayur-sayuran, dan sebagainya.
2. Upacara Rakeho
Teknis pelaksanaan upacara Rakeho untuk laki-laki ini adalah prosesi mengerik gigi hingga tinggi gigi depannya sejajar dengan gusi. Biasanya upacara Rakeho ini dilaksanakan pada siang hari pada sebuah tempat yang terpencil dan jauh dari rumah penduduk lainnya. Prosesi mengerik gigi hingga rata ini akan dipimpin oleh seorang dukun yang disebut Topekeho dan memiliki keahlian mengerik gigi.
Untuk hari pelaksanaannya sendiri tidak terikat pada perhitungan waktu tapi disesuaikan dengan kemampuan orang tua yang akan melaksanakan upacara Rakeho. Makanya pelaksanan upacara Rakeho biasanya dilaksanakan setelah panen karena pada saat itulah mereka memiliki kemampuan untuk menggelar upacara adat ini.
3. Upacara Ratompo
Berbeda dari Nakeso dan Rakeho, untuk upacara Ratompo biasanya dikhususkan hanya untuk eorang gadis bangsawan yang telah menjalani prosesi Mancumani dalam sebuah pesta adat antar kampung. Adapun dalam pelaksanannya karena upacara Ratompo ini lebih panjang maka waktu pelaksanaannya akan digelar sejak pagi hingga sore dan dilakukan di sebuah tempat yang terpencil dan jauh dari keramaian seperti rumah kosong di pinggir dusun atau di bawah phon rindang di tengah hutan.
Sebelum upacara Ratompo dilaksanakan, gadis yang akan mengiuti prosesi Ratompo ini akan mengenakan pakaian dari kulit kayu yang dinamakan haili dan sarung dari mbesa. Selain itu, si gadis pun diwajibkan memakan ketan putih dan telur sebagai bentuk persetujuan bahwa si gadis setuju untuk menjalani seluruh ritual yang ada dalam prosesi upacara Ratompo.
BACA JUGA: Ajang Pencarian Jodoh Lewat Kabuenga
Prosesi upacara Ratompo ini akan dipimpin oleh seorang dukun yang disebut Topetompo dan asistennya yang disebut Topepalielu. Selama pelaksanaan prosesi pengikiran gigi tidak boleh ada orang lain yang menyaksikan selain Topetompo, Topepalielu dan gadis yang diupacarakan. Bahkan untuk keluarganya pun tidak dibolehkan untuk menyaksikan.
Setelah pengikiran gigi ini selesai maka si gadis akan segera diberi air hangat dan porama mavau untuk berkumur agar darah yang keluar dan rasa sakit yang diderita selama prosesi pengikiran berlangsung sedikit berkurang. barulah kemudian ketika darah yang keluar dan rasa sakitnya mulai berkurang si gadis pun akan dipulangkan kembali ke orang tuanya.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai 3 tradisi mengikir gigi di Suku Kaili dan Suku Kuwali, Sulawesi Tengah ini.