Atraksi Unjuk Kekebalan Tubuh di Mamuju Bernama Mamose

Di Mamuju, Sulawesi Barat khususnya di masyarakat adat Tangkou Budong-Budong ada satu tradisi yang hampir mirip dengan debus yakni tradisi Mamose. Mamose seperti namanya yang dalam bahasa setempat artinya menebas, ritual adat ini adalah ritual menebas tubuh sendiri menggunakan parang. Tradisi Mamose ini di masyarakat Tangkou Budong-Budong biasanya digelar sebanyak tiga kali dalam setahun yaitu ketika akan memasuki hutan untuk membuka lahan pertanian, ketika selesai membenahi hutan untuk ditanami tanaman pertanian dan yang terakhir adalah setelah masa panen selesai.

Hingga saat ini tradisi Mamose masih lestari di kalangan masyarakat adat Tangkou Budong-Budong sebagai bentuk rasa syukur dan unjuk keberanian. Para Pamose (sebutan untuk tokoh adat yang melakukan atraksi Mamose) akan menunjukkan atraksi Mamose di depan raja dan tetua adat yang disebut Tobara. Sembari mengayunkan parang ke tubuh para Pamose ini akan meneriakkan kalimat-kalimat yang memacu adrenalin dan semangat persatuan dan kesatuan.

Disamping itu, dalam atraksi Mamose ini akan diiringi oleh tetabuhan yang berasal dari alat musik tradisional khas masyarakat adat Tangkou Budong-Budong seperti gendang dengan irama yang rancak dan penuh semangat. Diawali dengan permintaan izin dari para pamose kepada raja dan tetua adat untuk memulai atraksinya. ketika izin sudah diberikan maka irama gendang pun akan ditabuh sebagai pertanda atraksi akan segera dimulai.

BACA JUGA: Pawai Tatung; Sebuah Perayaan Cap Go Meh di Singkawang

Perlu diketahui, sebelum ritual Mamose ini digelar, ada beberapa ritual pembuka pada hari sebelumnya. Sehari sebelum ritual Mamose dilaksanakan, para tokoh adat yang disebut puntai akan melakukan kunjungan ke masyarakat dengan menaiki perahu menyusuri sungai Budong-Budong. Kegiatan naik perahu kecil menyusuri sungai Budong-Budong ini biasa disebut dengan istilah Magora.      

Sebagai pertanda telah datangnya rombongan para puntai, mereka akan meniup sebuah terompet dari kerang yang disebut tantuang. Bunyi terompet itu segera disambut oleh masyarakat di tepi sungai untuk memberikan beberapa barang-barang keseharian seperti rokok, makanan, minuman dan sebagainya. Sebagai gantinya, para Puntai lalu mengambil air dari sungai dan membasuhkannya ke kepala masyarakat terutama ke mereka yang sedang menderita sakit atau memilki penyakit kambuhan.

Setelah itu akan digelar ritual magane yakni ritual untuk meminta keselamatan dan kelacaran untuk prosesi Mamose yang akan digelar. Ritual magane ini ditandai dengan meletakkan parang, bendera dan obat-obatan tradisional di atas sebuah piring besar dan sebatang kayu yang ditancapkan ke tanah. 

Uniknya, ketika rombongan Puntai ini akan pergi antara masyarakat dan rombongan para Pauntai akan saling siram dengan air sungai hingga menimbulkan keriuhan yang kadang juga memancing gelak tawa yang menyaksikan.