Anting-anting Belaong, dengan ciri khasnya yang mencolok, tidak dapat disangkal menjadi pusat perhatian dalam tradisi Telingaan Aruu. Dengan ukurannya yang besar dan bentuk yang mirip dengan gelang, anting-anting ini tidak hanya menjadi hiasan bagi telinga perempuan Suku Dayak, tetapi juga simbol kecantikan dan status sosial yang dijunjung tinggi dalam masyarakat. Terbuat dari tembaga, logam yang melambangkan kekuatan dan keindahan alam, anting-anting Belaong menjadi lebih dari sekadar perhiasan; mereka menjadi warisan berharga yang menyiratkan keanggunan dan keberanian perempuan Suku Dayak.
Proses memanjangkan telinga untuk memakai anting-anting ini juga memiliki makna yang mendalam. Lebih dari sekadar tren kecantikan sementara, proses ini mencerminkan kesetiaan dan penghargaan terhadap tradisi serta identitas budaya yang telah diwariskan dari nenek moyang. Ini adalah bentuk penghormatan yang tulus kepada leluhur dan nilai-nilai yang mereka anut, sekaligus memperkuat ikatan antargenerasi dan rasa kebanggaan akan warisan budaya mereka.
Selain itu, proses memanjangkan telinga dan mengenakan anting-anting Belaong juga dapat dianggap sebagai bentuk investasi dalam budaya dan tradisi lokal. Perempuan Suku Dayak yang memilih untuk menjalani tradisi ini menyampaikan pesan kuat tentang identitas budaya yang kuat dan penghargaan yang mendalam terhadap warisan nenek moyang. Dengan setiap langkah dalam proses Telingaan Aruu, mereka menyatakan kepada dunia bahwa keindahan bukanlah sekadar di permukaan, tetapi juga terletak dalam keberanian untuk memelihara dan memperkuat akar budaya yang dalam.
Oleh karena itu, anting-anting Belaong bukan hanya benda mati, tetapi juga simbol yang hidup dari kecantikan alam dan kebanggaan akan warisan budaya. Dalam setiap helai tembaga yang berkilauan dan dalam setiap proses memanjangkan telinga yang dijalani, tersemat cerita panjang tentang kekuatan, keanggunan, dan keindahan dari Suku Dayak yang telah bertahan selama berabad-abad.
Dalam tradisi Telingaan Aruu, terdapat dua jenis anting-anting yang umum digunakan, yaitu hisang semhaa dan hisang kavaat. Hisang semhaa dipasang di sekeliling lubang daun telinga, sedangkan hisang kavaat dipakai pada lubang daun telinga itu sendiri. Kedua jenis anting-anting ini memberikan sentuhan estetika yang khas dan elegan bagi pemakainya.
Perlu dicatat bahwa tradisi ini tidak dilakukan oleh semua Suku Dayak, melainkan hanya oleh beberapa suku yang berada di wilayah pedalaman, seperti Dayak Punan, Dayak Kelabit, Dayak Taman, Dayak Penan, dan Dayak Kenyah. Bagi mereka, Telingaan Aruu bukan hanya sekadar praktik kecantikan, tetapi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya dan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan.
Melalui Telingaan Aruu, Suku Dayak mengabadikan nilai-nilai keindahan alam dan keanggunan dalam seni tradisional mereka. Proses memanjangkan telinga dan mengenakan anting-anting Belaong menjadi bentuk penghormatan terhadap tradisi nenek moyang mereka serta menjadi cara untuk menjaga keberagaman dan kekayaan budaya mereka.
Dengan memahami dan menghargai tradisi Telingaan Aruu, kita dapat melihat betapa pentingnya pelestarian budaya lokal dalam menghormati warisan nenek moyang dan mempertahankan identitas unik suatu komunitas. Itulah sebabnya, meskipun mungkin terlihat aneh bagi beberapa orang, tradisi ini tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan dan kebanggaan Suku Dayak.